Wednesday, May 27, 2009

4 Dreams

by: DhephYNTz



Andres’s Foot

Andres Rivaldy adalah seorang cowok pincang yang sekolah di SMA Negeri 5 Bandung. kakinya pincang karena ditabrak mobil waktu umur sembilan tahun. Ia sering gak pe-de karena kekurangannya itu. Rambutnya cepak pendek, tingginya 170 cm. kulitnya kuning langsat.
Ini adalah tahun ketiga Andres di SMA Negeri 5. seperti biasa dia berangkat diantar supirnya. Tiba di depan pintu gerbang, tiba-tiba ada seseorang yang memukul pundaknya. Andres menoleh. Nampaklah cewek dekil yang bermuka preman.
“Setoran, cing!” kata cewek itu menyodorkan tangan.
Sudah tradisi di sekolah ini. Setiap anak yang lemah akan dimanfaatkan oleh anak-anak yang lebih berandal. Andres memberi uang seribu pada cewek itu. Kemudian dia tersenyum sambil memukul perut Andres dan pergi. Sebenarnya Andres ingin melawan, tapi buat apa melawan cewek mental pengemis kayak dia.
Andres tidak terlihat mirip anak beloon kok. Hanya saja kaki kirinya pincang. Itu yang bikin dia direndahkan. Padahal Andres sangat ingin disamakan seperti anak yang lain. Andres adalah anak tercerdas di kelasnya. Dia sangat baik dan ramah. Oleh karena itu, meski dia sering digojlokin, dia punya banyak teman.
“An, aku boleh tanya soal nomer ini?” tanya Felly menunjuk bukunya.
“Oke, ambil alat tulismu gih,” jawab Andres.
Andres mulai mengajari Felly rumus fisika. Lalu bel pun berdering. Pelajaran pertama berlangsung seperti biasa. Dilanjutkan perlajaran kedua. Yaitu mulok seni rancang bangunan. Andres sangat menyukai pelajaran ini. Ia sangat suka merancang dan menggambar. Nilainya dalam pelajaran ini salalu diatas 90.
Di kelas Andres ada juga anak yang menyukai pelajaran ini. Dia cowok liar. Namanya Kevin. Setiap pelajaran ini, mereka selalu bersaing. Sayangnya Kevin selalu mendapat nilai lebih tinggi daripada Andres. Andres gak seterkenal Kevin. Jadi guru-guru hanya mengandalkan Kevin bila ada lomba ini.
Andres sangat kecewa. Ia tak tau harus bagaimana agar ia bisa ikut lomba macam itu. Padahal ia udah berusaha sekeras mungkin. Ia bolak-balik latihan mendesain rumah sederhana. Tak banyak juga teman-temannya yang tau keahlian Andres ini. Hanya kedua sahabatnya saja, Joe dan Felly.
Istirahat pun tiba. Andres segera menuju kantin untuk belanja. Kebetulan perutnya udah lapar. Ia merangkih tongkatnya untuk melangkah. Susah memang. Apa lagi dalam perjalanan ke kantin, ia kerap dikerjai oleh gerombolan preman sekolah. Mereka selalu menyenggol tongkat Andres sehingga ia terjatuh.
Andres ingin marah. Tapi ia juga takut karena jumlah mereka banyak. Ia lebih memilih untuk diam. Di kantin, Joe dan Felly menghampiri Andres. Mereka berbincang-bincang soal cita-cita mereka.
“Fel, kamu pingin jadi apa?” tanya Andres.
“Hum, aku ingin jadi penyanyi deh,” jawab Felly.
“Wah, dangdutan dunk!” ejek Joe.
“Enak aja!” Felly gak terima.
“Udah ah, kalo kamu Joe?” tanya Andres.
“Sejak kecil aku ingin jadi mathematician,” jawab Joe.
“Hahaha..., angka melulu donk!”
“Cita-cita kalian tuh keren-keren koq.”
“Kamu sendiri, An?” tanya Felly.
“Aku..., aku gak punya cita-cita,” jawab Andres lesu.
“Gak punya cita-cita? Koq bisa?” Felly keheranan.
“Abis, aku bingung. Aku gak punya keahlian apa-apa.”
“Kenapa gak jadi arsitek aja?” tanya Joe.
“Iya, betul kata Joe. Kamu khan pinter gambar and nge-design.”
“Khan masih ada Kevin.” Jawab Andres.
“Sapa tuh?” tanya Joe.
“Dia temen sekelas kita. Juga pinter gambar sih,” jawab Felly.
“Ya, walau gitu kamu harus punya cita-cita donk,” kata Joe.
“Hmmm, jadi arsitek juga deh,” ujar Andres bersemangat.
“Yeah!” seru Felly dan Joe.
Tiba-tiba meja tempat mereka berkumpul digebrak oleh seorang cewek. Dia tuh cewek yang tadi minta duit ke Andres. Namanya Delyn, sekelas sama Joe.
“Minggir deh lu pada!” bentak Delyn.
“Punya mbah lu apa?” Joe malah meladeni.
“Ini daerah kekuasaan geng gue,” ujar Delyn.
Andres gak mau ada keributan terjadi di sini. Oleh karena itu ia menyeret Felly dan Joe menjauh dari Delyn. Joe memang gak gentar menghadapi makhluk seperti Delyn. Apa lagi di kelas, mereka sering rebut. Sedangkan Felly juga gak suka ma cewek tomboy ent bermental preman. Rasanya pingin dia tonjok.

Esok harinya, Andres benar-benar kaget sekaligus senang. Ada pengumuman tentang lomba mencari potensi. Salah satu bidangnya yaitu design bangunan. Andres harus ikut ini untuk menunjukkan bahwa ia lebih hebat dari Kevin.
“Kamu kudu ikut loh,” kata Felly mendukung.
Andres ditemani Joe pergi ke perpus umum. Mereka meminjam buku-buku tentang seni design bangunan. Joe sangat senang bisa bantu Andres. Mereka belajar bersama-sama. Kadang juga Felly ikut belajar. Tiap selesai shalat Andres selalu berdoa untuk menang.
Pulang sekolah, Andres tak dijemput supirnya karena mobilnya di bengkel. Ia jalan kaki menuju rumah. Tiba-tiba segerombolan anak seusianya mencegat. Mereka pakai seragam seperti Andres. Rupanya mereka satu sekolah dengan Andres.
Diantara gerombolan itu ada Kevin. Seorang saingan terberat Andres. Gerombolan itu semakin mendekat dan merampas tongkat Andres. Ia sangat ketakutan. Muncullah pemimpin kelompok itu. Delyn sang preman. Delyn meneriaki makian pada Andres.
“Ngaca donk lu. Lu mau nyaingi Kevin?!” bentak Delyn.
“Maksud lu?”
“Halah, sok suci lu. Lu kan ikut lomba itu?!” tuduh salah satu dari mereka.
“Iya. Tapi itu kan hak setiap murid.”
“Iya sih. Tapi bukan murid cacat kayak lu,” ejek Delyn.
Semua tertawa. Delyn meninju rusuk Andres. Diikuti yang lainnya untuk menendangi Andres. Ia jatuh gak kuat nahan sakit. Kevin meludahi wajah Andres. Setelah itu mereka mengembalikan tongkat Andres. Dengan aba-aba Delyn, mereka meninggalkan Andres yang terluka.
Andres merasakan kakinya sakit. Ia meraih tongkatnya dan mencoba untuk berdiri. Tapi gak bisa. Hidungnya perih karena ditinju Kevin. Hingga Andres gak sadar diri.
‡‡‡
Andres mengurung dirinya di kamar. Sudah lima hari dia gak mau masuk sekolah. Papa dan mama bingung dibuatnya. Ia mogok makan, mogok mandi, mogok bicara hingga mogok tidur. Seharian ia merenung kesialan nasibnya. Ia benci jadi orang cacat.
Felly dan Joe sering menjenguknya. Tapi tetep aja, Andres gak mau sekolah. Ia trauma pada Delyn dan kawan-kawannya. Ia gak semangat lagi untuk ikut lomba potensi itu.
Kata Joe, semua pelaku penganiayaanya diskors selama dua minggu. Memang mereka sering bikin onar di sekolah. Bahkan sudah berkali-kali pak kepsek ngasih peringatan pada mereka.
Kini Andres di kamarnya sedang menyoret-nyoret buku-bukunya. Ia bisa membayangkan masa depannya tanpa sekolah. Akan hancur gak berguna. Tapi, bagi Andres itu lebih baik dari pada terus digojlokin Delyn cs. Entah apa yang bikin Delyn mirip preman beneran.
Andres masih depresi berat. Felly meneleponnya.
“An, ada acara kemana sore ini?” tanya Felly.
“Gak da,” jawab Andres.
“Jalan-jalan yuk bareng aku,” ajak Felly.
“Ogah. Lagi gak napsu,” tolak Andres.
“Plis, refreshing gituh kek,” Felly memohon.
“Maksa lu?”
“Bisa dibilang gitu sih.”
“Ya udah deh. Jemput gue ntar.”
“Ocey, boss!” seru Felly.
Akhirnya sore itu Felly dan Andres jalan-jalan ke taman kota. Tanpa Joe. Kata Felly, Joe sedang ke Bogor untuk dua minggu ini. Tapi tetep aja Andres masih belum ceria. Walau Felly dah ngumpulin humor-humor, dianya masih gak mau ketawa.
“Ih, coba deh liat mesjid itu, keren kan?” ujar Felly.
“Yah, tapi kurang gagah,” komentar Andres.
“Trus, yang bagus kayak apa?” tanya Felly.
“Pingin tau?”
“Ya iyalah.”
Andres melangkah menuju bak pasir tempat playground. Dia mengambil ranting yang tergeletak. Felly memperhatikan Andres. Sedangkan cowok itu mulai melukis sebuah persegi dan kubah. Felly masih memperhatikan dengan sabar. Andres pun melukis makin cepat.
“Taraaat! Jadi dech!” seru Andres.
Felly lekas mendekat ke bak pasir itu. Melihat hasil coretan Andres. Adalah gambar masjid dengan kubah yang indah. Pintunya bercagak batu alam. Lalu di setiap jendelanya ada kaligrafi. Juga menaranya gak terlalu tinggi tapi cukup indah. Dengan jendela ala eropa.
“Wah, kamu bener-bener berbakat!” puji Felly.
“Iya, kakak hebat deh,” seorang anak mengiyakan.
Rupanya bocah laki-laki itu udah sejak tadi merhatiin mereka berdua. Umurya sekitar tujuh tahun. Ia sedang memegang bola.
“Kakak kok gak jadi arsitek aja?” tanya anak itu.
“Hmmm, emang ada arsitek pincang?” Andres sadar diri.
“Ah, ada saja. Kenalin kak, aku Niko. Ayahku seorang arsitek yang hebat loh. Dia malah gak punya tangan, karena diamputasi. Tapi ayahku mencoba menggambar menggunakan kakinya. Hasilnya juga keren. Banyak yang menyukainya. Sekarang dia sedang mendalami ilmunya di Brazil.”
Andres tersentuh. Bahkan dia masih dianugrahkan ke dua tangan yang lihai oleh Allah. Mengapa dia gak mensyukurinya? Sedangkan ayah Niko gak punya tangan. Tapi ia punya kemauan keras. Ayah Niko mau berusaha. Beda dengan Andres yang gampang banget minder.
Andres dan Felly pun pulang setelah berbincang-bincang dengan Niko. Andres segera masuk rumah dan menghampiri papa dan mamanya. Ia minta maaf atas sikapnya. Papa dan mamanya mau mengerti. Mereka malah membelikan alat-alat men-design untuk Andres.
Andres berlatih keras. Ia sering berkeliling kota untuk melihat-lihat bangunan. Ia kini punya cita-cita. Ya jadi arsitek. Impiannya ini harus terwujud. Bila gak, dia akan malu pada Niko. Kerja kerasnya gak akan sia-sia. Dia pasti memenangkan lomba itu.
Hasil design-nya segera dikirimkan ke panitia lomba. Andres menunggu pengumuman sambil berdoa pada Allah. Ia kini sudah berani masuk sekolah. Meski ia gak henti-hentinya diejek bocah pincang. Andres tetap semangat untuk mewujudkan mimpinya.
Benar saja. Tiga hari kemudian. Andres mendapat pemberitahuan bahwa ia menang. Ia dipanggil ke ruang kepsek. Ternyata ada universitas di Chicago yang mengundangnya untuk jadi mahasiswa. Tanpa tes. Nama universitas itu Minastry Estelle. Sekolah itu sangat cocok untuk orang yang berbakat seperti Andres. Menjadi arsitek.
Andres sangat bahagia. Akhirnya mimpinya akan terwujud. Gak henti-hentinya Andres bersyukur. Joe dan Felly juga sangat senang mendengarnya. Mimpi sahabat mereka akhirnya dapat terlaksana. Gak sia-sia usaha Andres selama ini.
Andres cepet-cepet memberitahukan itu pada Niko. Ternyata bocah itu juga sangat gembira. Thanks ya Niko, batin Andres.
‡‡‡

Joe’s Intelligence

Panti asuhan Darma Husada pagi itu sungguh ribut. Semua penghuni panti rebutan kamar mandi. Mereka akan memulai aktivitas mereka pukul 6. sedangkan kamar mandi hanya ada tiga untuk delapan belas manusia. Dan itu pun belum acara nyanyi-nyanyi segala.
Salah satu anak panti yang tertua adalah Joshua Sandy. Ia sendiri belum mandi karena antrian makin panjang. Joe adalah cowok berkacamata minus, rambutnya rapi. Kulitnya sawo matang. Ia bersekolah di SMA Nageri 5 Bandung. Walau pakai kaca mata, penampilannya selalu cool.
Pukul 06.30 baru Joe bisa mandi. Ia segera bersiap-siap berangkat ke sekolah naik angkot. Tentu dia telat setengah jam. Akibatnya Joe dihukum menyapu latar depan. Setelah itu baru Joe masuk kelasnya. Ratunya urak-urakan di kelas ini adalah cewek, namanya Delyn. Makhluk yang selalu bikin Joe naik pitam. Anehnya, anak itu gak tobat-tobat. Contohnya sekarang, Delyn sedang main hp saat pelajaran biologi. Gak ada yang berani menegurnya. Joe juga ingin tau apa yang sedang dilakukan Delyn dengan hp itu. Ia konsentrasi mencari cara.
Tiba-tiba kapalanya pusing. Ia melirik Delyn yang makin asyik. Ia tetap berkonsentrasi. Trap! Sejejer tulisan memenuhi benak Joe. Tulisan tentang narkoba, miras dan sejenisnya. Joe gak tau apa yang terjadi. Ia mengalihkan perhatiannya. Seketika tulisan itu hilang dari otaknya.
Istirahat pun tiba. Joe segera menemui kedua sahabatnya di kantin. Ia hanya punya dua sahabat. Felly si lembut dan Andres yang baik.
“An, ini aneh banget tau,” kata Joe.
“Maksud lu?” tanya Andres.
“Tadi waktu di kelas, gue bisa baca pikiran Delyn,” jawab Joe.
“Iya tah?” tanya Felly antusias.
“He-eh.”
“Coba, lu bisa baca angka yang gue pikirin?” tantang Andres.
“Gue coba,” jawab Joe.
Difokuskannya pandangan kea rah Andres. Pusing sedikit sih di kepalanya. Trap! Muncul angka 24 dipikiran Joe. Angka itu dihiasi lampu kuning. Semakin terang sehingga Joe jelas melihatnya.
“Dua puluh empat kan,” tukas Joe.
Andres memberi anggukan mantap.
“Kalian gak bercanda kan?” tanya Felly.
Joe dan Andres menggeleng serentak. Felly menutup bibirnya takjub. Joe bisa baca pikiran. Itu adalah keajaiban.
“Kayaknya lu bakal jadi Deddy Corbusier deh,” ledek Andres.
“Enak aja lu! Gue gak mau botak!” tukas Joe.
Bel masuk berdering. Semua murid masuk kelas. Ia berpapasan dengan Delyn. Tapi ngeri juga membayangkan pikiran Delyn tadi. Sekarang pelajaran matematika. Ini dia pelajaran favorite Joe.
Sejak kecil Joe sangat suka angka-angka. Bahkan kemampuan menghitungnya sudah tergali sejak umur tiga tahun. Ia bisa mengalikan bilangan ribuan berpapun dengan bilangan jutaan secepat kedipan mata. Ia bisa mengalikan angka di no kendaraan secepat guntur.
Nilai matematikanya pun tak pernah kurang dari 90. lagian dia anak terpandai di kelasnya dan juga SMA ini. Apa lagi SMA ini sekolah favorite dan terjamin. Para muridnya sudah terlatih bicara bahasa asing sejak tahun pertama. Emang cocok untuk ukuran international.
“Ssst, Lyn tadi kamu mikirin miras ya?” tanya Joe.
Delyn yang ada di belakangnya kaget. “Koq lu tau?”
“Ada deh!” seru Joe, membiarkan Delyn penasaran.
Pulang dari sekolah, Joe sangat kaget. Penghuni panti sepi. Seakan mereka sudah dirukyah. Belum ada makan siang. Bu panti juga belum tampak. Teman-temannya memilih untuk merenung.
“Jak, napa sih? Koq pada diem gitu?” tanya Joe pada Jaka.
“Lu gak tau yah? Bu panti kritis di rumah sakit,” jawab Jaka.
“Kapan? Koq gue gak dengar kabar?” tanya Joe.
“Lu kan sekolah, cing. Lagian bu panti ngelarang kita untuk itu. Ntar pelajaran lu terganggu,” jawab Jaka.
“Temen-temen! Jak! Jaka!” teriak Karin.
“Paan sih, Rin?” tanya Ikbal.
“Bu…bu… bu... bu panti meninggal,” jawab Karin sambil menangis.
Semua penghuni sangat sedih. Mereka menangis meratapi kepedihan. Selam ini bu panti dan mabak Saodah yang merawat mereka. Joe sangat sedih. Ia bahakan belum mengucapkan terima kasih sampai saat ini padanya.
Kepala Joe sangat pening. Muncul deretan slide di pikirannya. Slide itu tentang penderitaan panti yang akan datang. Di slide itu seluruh penghuni panti terancam putus sekolah. Stock dari donator akan dihentikan oleh pengurus panti yang baru. Pengurus itu sangat jahat.
Esok harinya, pemakaman begitu hikmad. Pulang dari pemakaman, penghuni panti dikumpulkan oleh mbak Saodah. Mereka melihat seorang wanita muda nan cantik ada di samping mbak Saodah.
“Anak-anak, ini bu Rima. Pengurus kita yang baru,” kata mbak Saodah.
“Selamat sore, bu Rima,” sapa anak-anak panti.
“Selamat sore juga,” balas bu Rima dengan senyum sinis.
Perubahan demi perubahan telah terjadi hari demi hari. Mereka gak bisa bermanja-manja seperti dulu. Mereka harus bekerja lebih keras. Mencuci piring harus sampai bersih. Mencuci pakaian harus sampai wangi. Tiap minggu menjemur kasur yang butut. Buruknya, makanan selalu kurang.
Joe sangat menderita. Ia kasihan pada teman-temannya. Sedangkan ia harus konsentrasi untuk lomba math bulan depan. Berulang kali Joe membaca pikiran bu Rima. Rupanya dia ingin memanfaatkan anak-anak panti.
‡‡‡
“Anak-anak, mulai hari ini, kalian belajar cari kerja,” kata bu Rima saat mereka sedang sarapan bersama.
“Kerja apa? Ijasah SD aja belum dapet,” kata Karin
“Ngamen kek, nyolong kek, ngepel kek, njahit kek, nyemir kek, apa kek. Mas kalian gak kreatif sih!” semprot bu Rima.
“Trus uangnya setor ke anda gitu?” Tanya Jaka.
“Ya iyalah!” jawab bu Rima.
“Beee, enak di Anda gak enak di kita dunk,” komentar Ikbal.
“Apa?!”
“Gak da siaran ulang!”
“Kalian berani ya???” tantang bu Rima kesel.
“Kenapa gak Anda sendiri yang cari kerja?” tanya Joe.
“Buat apa? Kan ada kalian,” jawab bu Rima.
“Oh, ijasah SD anda juga belum dapet???” ledek Joe.
Tanpa bas-basi, Joe segera lari berangkat sekolah. Semua penghuni tertawa. Mbak Saodah juga. Ia sebenarnya kasihan sama anak-anak panti.
Pulang sekolah, Joe pergi keliling kota untuk cari pekerjaan. Tapi apa? Dia gak bisa nyenyi, gak bisa nyemir, gak bisa nyapu. Ia bisa jadi guru les math. Tapi gak ada lowongan seperti itu.
Ia memfokuskan pikirannya pada supir bus yang ada di dekatnya. Joe membaca pikirannya. Trap! KENEK, itu kata yang ada di kepala supir bus. Joe segera mendekati supir itu. Ia menawarkan diri untuk jadi kenek bus. Tentu si supir menerima dengan senang hati.
Resmilah Joe bekerja sebagai kenek bus. Sebelumnya sang supir mengajari cara jadi kenek. Joe langsung mempraktekannya. Agak canggung sih. Joe juga malu bila ketahuan teman atau gurunya. Karena ia masih pakai seragam SMA-nya. Joe terus bekerja dengan semangat. Manariki tarip, mengajak penumoang, merapikan tempat dudukm hingga beradu mulut dengan penumpang. Joe ahli juga bidang ini.
Tibalah saat untuk merampungkan pekerjaan. Pukul tujuh malam, ia dan supir ke stasiun untuk setor. Supir memberikan uang pada penagih setoran. Uangnya cukup banyak. Penagih setor mulai menghitung. Lama sekali karena setorannya kebanyakan dari recehan.
Joe mencoba memegang uang-uang itu. Ia menghitung dalam hati. Cepat sekali seperti kalkulator. Ia memejamkan mata dan berkonsentrasi. Trap! Yah, ia selasai menghitung. Jumlah setoran itu adalah Rp. 720500.
“Tujuh dua kosong lima ratus,” ucap Joe lantang.
Semua yang ada di situ kaget. Penagih setoran segera menghitung ulang dengan kalkulatornya. Tepat. Tak meleset satu angka pun. Itu lah kehebatan Joe. Semua bertepuk tangan. Kagum pada Joe.
“Bagaimana kamu bisa menghitung secepat itu?” tanya sang supir.
“Tinggal tambahin aja,” jawab Joe simple.
Gaji pertama pun diterima. Gajinya hanya tigapuluh ribu rupiah. Joe lekas pulang ke panti. Kehadirannya disambut teman-temannya. Mereka sudah setor ke bu Rima mulai tadi. Sekarang giliran Joe menyetor. Bu Rima juga kaget sendiri, karena gaji Joe banyak juga.
Esok harinya juga begitu. Sepulang sekolah Joe langsung jadi kenek bus untuk bekerja. Tapi kini ia udah mau pakai kaos biasa. Joe baru pulang pukul 7 malam. Itu pun bila dia gak ketiduran di terminal. Makan pun dia seadanya duit. Sudah gak pernah punya kesempatan belajar.
Ia jadikan uang sebagai obyek untuk belajar. Ia jadikan penumpang sebagai gurunya. Kadang ia iseng menghitung jerawat penumpang wanita. Atau ia sengaja mencoba hitung belokan yang sudah dilalui bus sepanjang perjalanan. Semakin cepat kemampuannya berhitung, daya iongatnya pun semakin kuat.
Walau kemiskinan Joe sudah separah itu, dia masih ingin mewujudkan mimpinya. Yaitu sebagai mathematician. Mungkin memang impossible. Tapi kan mukjizat itu nyata.
‡‡‡
“Sukses ya!” ucap Felly dan Andres sebelum Joe ikut lomba itu.
Lomba ini memang luar biasa spektakuler. Diikuti oleh 33 propinsi di Indonesia. Satu propinsi hanya boleh mengirimkan tiga peserta. Joe mewakili propinsi Jabar. Ia satu grup dengan SMA Mater Dei dan SMA Negeri 1. ketiga peserta ini memang sangat jago matematika.
Babak penyisihan berhasil dilalui. Hanya 17 propinsi yang lolos. Lalu babak semi final mereka jalani. Soal yang diberikan sangat susah. Apalagi dengan bahasa inggris dan prancis. Lengkaplah penderitaan mereka. Hingga hanya lima propinsi yang berhasil maju ke babak final. Jabar lolos.
Inilah babak yang sangat dinantikan. Sesi pertama dengan tes grup. Untung sekali grup Jabar pinter-pinter. Lalu tes individual dengan tanya jawab lisan. Ini bisa menambah point dan hadiah grand prize. Joe sangat siap dan tegang juga. Karena soalnya akan berhubungan dengan fisika juga.
Soal dibacakan, “Sebuah batu ditimbang dengan neraca anak timbangan 50 gram dan 3 anak timbangan 10 gram. Kemudian batu tersebut dimasukkan kedalam gelas ukur, ternyata volume air pada gelas ukur naik dari 50 ml jadi 70 ml. hitunglang massa jenis batu!”
Joe berkonektivitas dengan otaknya. Rumus-rumus mulai melampir terang. Ia berkonsentrasi cepat. Trap! Dan…
“Empat ribu Kg per meter kubik!” seru Joe lantang.
Semua perserta kelabakan dengan aksi Joe. Ia hanya butuh waktu lima detik untuk menjawab soal sejak dibacakan. Namun Joe gak larut dalam kebanggaan. Ia masih berkonsentrasi untuk berhitung cepat. Ternyata kerjanya sebagai kenek bus bisa membantu.
Pertanyaan-pertanyaan mulai datang dan dilibes semua hanya oleh Joe. Satu pun gak ada yang bisa secepat dia. Hingga bel waktu habis berdering. Jebar menang berkat kecepatan menghitung dari Joe! Semua hadirin bersorak bangga pada Joe yang kelihatannya biasa-biasa aja.
Joe pulang ke panti dengan kemenangan mutlak. Grand prize yang dijanjikan itu berupa uang lima juta! Ia menyumbangkan tiga jutanya ke panti asuhannya. Lalu bu Rima diusir dari panti.
Mbak Saodah kini yang mengurus panti. Gak ada lagi yang harus kerja. Joe mnyuruh mereka belajar keras agar jadi orang sukses. Bandung bangga punya bocah secerdik Joe Sandy.
Setengah tahun kemudian Joe menerima beasiswa ke univ Minastry Estelle di Chicago. Ia menerimanya dengan bangga. Jurusan yang ia ambil yaitu matematika. Akan kuwujudkan mimpiku, tekad Joe. Meski sudah jadi mahasiswa di Chicago, Joe gak bisa melepaskan kemampuannya baca pikiran orang.
‡‡‡
Delyn’s Efforts

Tak ada keheningan di rumah Delyn kecuali pukul 4 sampai 5 pagi. Selalu ramai dengan teriakan dan makian. Ortunya selalu saja bertengkar. Namun begitu mereka masih belum cerai. Seperti masih ada ikatan. Delyn sudah terbiasa dengan keadaan itu.
Mamanya adalah seorang rentenir. Sedangkan papanya HRD industri tekstil terkemuka di Bandung. Delyn lahir dengan nama lengkap Gradelyne Marvella. Ia dianugrahkan fisik yang normal dan sempurna. Tapi sikapnya sangat gak selaras dengan wajahnya yang cantik.
Sejak kelas 2 SMP ia sudah merokok, dugem, trek liar, dan berkelahi. Malah sejak lulus dari SMP dia mengonsumsi drugs. Tubuhnya ditempeli tattoo yang mengerikan. Rambutnya dipotong sebahu dan dijabrikin. Delyn selalu pulang saat jam menunjukkan pukul sebelas malam.
Ortunya gak ada yang peduli. Itulah yang bikin Delyn seperti berandalan. Padahal Delyn anak tunggal. Kehilangan Delyn seminggu, sangat tidak disadari ortunya. Bahkan Delyn pernah kabur sebulan dari rumahnya. Ia sangat depresi tapi juga free.
Yang bikin dia refreshing dari kehidupan gelapnya hanya menagihi uang pada teman-temannya di sekolah. Delyn seperti ratu di sana. Apa-apa dituruti dan selalu ada. Gak ada temen yang berani melawannya. Meski gitu, Delyn gak pernah krisis teman.
Suatu hari, Delyn and gang mengeroyok Andres, teman satu sekolahnya. Itu karena hasutan Kevin, pacar kesepuluhnya. Berkat itu ia langsung dapet skors selama dua minggu. Bukannya jadi sedih, dia malah girang banget. Karena sekolah menurutnya adalah beban.
Lima hari Delyn habiskan waktunya di sebuah diskotik langganannya. Ia minum sampai mabuk, nge-drugs sampai teller, dan tertidur di situ. Hingga pagi hari dia baru bangun. Ia langsung cuci muka dan mengendarai mobilnya ke taman kota untuk cari penyegaran.
Delyn mendudukkan bokongnya di ayunan pojok. Ia merenung tentang rusaknya hidupnya. Hingga Delyn gak punya masa depan lagi. Semua sudah musnah gara-gara dia sendiri. Tiba-tiba sosok gadis yang ia kenal muncul di dekatnya. Felly, cewek sesekolahnya yang enak banget digojlokin.
“Hallo,” sapa Felly sambil duduk di sebelah Delyn.
“Ngapain sih lu kesini?” tanya Delyn.
“Cuma mau mastiin keadaanmu,” jawab Felly.
“Gue masih waras, masih jelek, masih berandal, puas lu?”
“Masih nge-drugs?” tanya Felly takut-takut.
“Ya iyalah. Itu kan menu sehari-hari gue,” jawab Delyn.
“Kamu tuh cewek, Lyn. Jangan kayak gini napa.”
“Yang bilang gue bencong sapa?? Lagian it’s my live. My place to get apretiation my self.”
“But, it’s not the way.”
“I can’t choose anyway.”
Hening sesaat. Tapi karena merinding, Delyn pergi menjauhi Felly. Felly mencegatnya dengan lembut. Ia tersenyum ke Delyn.
“Bagaimana dengan masa depan lu?” tanya Felly.
“Nothing. Hari ini adalah masa depanku,” jawab Delyn.
“Pikirkanlah, Lyn,” ujar Felly.
“Lu sendiri? Masa depanlu gimana?”
“Aku bisa melihat nanti aku akan jadi penyanyi.”
“Terserah lu dech!” semprot Delyn. Ia masuk ke mobil dan membiarkan Felly terdiam. Ia melajukan mobilnya ke luar kota. Dipikirannya hanya ada nama kota Bogor. Ia sering ke situ kalau sedang boring. Delyn gak takut jalan-jalan ke luar kota. Ia selalu punya duit dan SIM.
Sampai di Bogor, Delyn segera check in ke hotel langganannya. Setelah itu ia mandi pagi dan sarapan telur dadar. Nge-drugs setelah sarapan juga gak lupa ia laksanakan. Anehnya penjaga hotel yang lain gak tau kalu cewek SMA itu nge-drugs. Polisi pun gak pernah berhasil menangkapnya.
Delyn melajukan mobilnya ke kebun raya bogor. Ia membeli ticket lalu masuk. Di sana udaranya sangat sejuk. Pemandangannya sangat hijau pula. Bikin hati Delyn yang kasar agak lembut. Ia sering ke sini. Tapi tempat ini gak pernah bikin dia bosen.
“Hiks… Hiks… Hiks,” ada suara tangisan. Delyn ingin tau, sapa tau ia makin bisa bikin orang itu menangis lebih heboh. Di carinya ke sekitar kebun raya. Kakinya sudah pegel. Tapi sumber suara itu masih belum ditemukan. Padahal suaranya belum berhenti.
Delyn memanjat ke atas pohon ek. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia melihat seorang cewek duduk di bawah pohon mahoni. Segera ia loncat ke bawah dan menghampiri makhluk itu. Delyn datang dengan pecicilan sehingga membuat cewek itu kaget.
“Heh, cengeng. Lu kok nangis sih?” tanya Delyn.
“Gue ada masalah gede,” jawab cewek itu.
Delyn makin mendekat. Kemudian ia duduk disamping cewek itu. Ia menawarkan rokok ke cewek itu. Jelas ditolak.
“Kan dilarang ngerokok,” kata cewek itu.
“Gue kan cuma ngisep. Nama lu sapa?” tanya Delyn.
“Lusi,” jawabnya. “Lu sendiri?”
“Delyn. Apa sih masalah lu?”
“Gue udah berbuat salah ma ortu gue. Gue udah marahin mereka. Gue udah bikin ayah gue buta. Tadi pagi gue lempar dia pakek meja makan,” tutur Lusi.
“Wah, seru donk!” ceplos Delyn.
“Tapi gue ngerasa bersalah,” sesal Lusi.
“Bersalah? Trus lu kabur gitu?”
“Iya. Abis gue takut kena marah.”
“Itu mah bukan perasaan bersalah tapi pengecut.”
“Jadi gue harus apa dunk?”
“Lu pikir ya. Dulu kalo lu telat pulangnya, ayah lu bakal sedih gak? Tentu sedih kan. Sekarang waktu dia kesakitan, masa lu gak kasihan. Sejahat apa pun elu, ayahlu masih tetep akan maafin elu. Kalo gak dimaafin berarti dia yang jahat, bukannya elu,” nasihat Delyn, tumben aja.
“Iya sih,” Lusi mengiyakan.
“Iya-iaya doank lu! Sono cepet minta map!’ suruh Delyn bersemangat.
“Oke,” kata Lusi sambil berdiri. “Thanks ya, Lyn. Gue yakin siapa pun yang jadi ortu lu pasti bangga punya anak kayak lu!” Lusi pun pergi.
Kini Delyn tercenung sepi dengan rokok di tangannya. Pandai banget dia kasih nasihat itu. Namun dirinya sendiri begitu durhaka pada ortu. Begitu rusak untuk dilihat. Berani banget ngasih nasihat. Bahkan dirinya sendiri lupa dengan orutnya yang ada di kantor.
“Hebat lu ya?!” puji seseorang dari alik pohon.
Delyn lekas mematikan rokoknya dan berdiri mencari sosok itu. Takutnya dia penjaga kebun yang akan menggerebeknya. Namun bukan. Yang muncul ialah seorang cowok sekelasnya yang berkacamata dan sok cool. Delyn biasa memanggilnya Joe atau kerak telur.
“Heh, kerak telur, ngapain lu di sini?” tanya Delyn sinis.
“Cari angin,” jawab Joe. “Lu ndiri?”
“Cari tempat ngerokok.”
“Kok lu bakat banget yah jadi penasihat?” sindir Joe.
“Biasa aja kaleee… dari pada jadi penjual kerak telur?!” semprot Delyn.
“Cita-cita lu jadi psikiater kan?” tebak Joe.
“Kagak. Ih, tuh kerjaan yang gak menguntungkan!” elak Delyn.
“Lu bakal jadi psikiater deh.”
“Maksa lu yah? Gue tonjok juga lu!”
“Oke-oke. Jadi cita-cita lu jadi apa?”
“Apa?”
“Mimpi lu?”
“Gue gak punya mimpi. Ngabis-ngabisin waktu aja.”
“Setiap orang harus punya.”
“Lu sendiri emang punya?”
“Yo’i. gue pingin jadi matematikawan. Semua harus punya loh. Seperti Felly. Dia bakat nyanyi, jadi dia pingin jadi penyanyi. Andres ingin jadi arsitek, karena bakat mendesain.”
“And gue gak punya bakat!”
“Pasti punya. Hal-hal yang biasa lu lakuin and lu nikmatin.”
“Hmmm, nge-drugs juga bakat???”
“Ya gak lah.”
“Hmmmmmmmm.”
“Gimana kalo elu berhenti nge-drugs and ngerokok?” tawar Joe.
“Gak mungkin bisa. Udah kecanduan!” sesal Delyn.
“Usaha donk, neng,” ujar Joe.
Delyn berpikir sejenak. Ada untungnya juga ia berhenti nge-drugs. Bisa hemat uang saku kan. Lagian ini juga demi kesehatannya. Juga masa depannya yang mungkin masih bisa diberi penerangan.
“Can you help me, kerak telur?” tanya Delyn malu.
Joe tersenyum simple. “Of course, Lyn,” jawabnya kemudian.
Delyn chek in ke hotelnya. Ia merebahkan diri. Ia tau konsekuensinya untuk berhenti menjadi narkomania. Namun ia harus berubah demi masa depannya. Itu memang sulit baginya. Sangat malah. Ia harus punya niat teguh. Harus usaha demi masa depannya dan menemukan mimpinya.
‡‡‡
Pagi ini Delyn dan Joe pergi menuju panti rehabilitasi. Mereka minta petunjuk untuk Delyn yang malang. Panti memberi obat pencegah kambuhnya rasa ingin menghisap narkoba. Panti juga menyarankan untuk berobat setiap hari demi control kesehatan Delyn.
Joe mengajak Delyn berkunjung ke sebuah pusat psikologi. Delyn diajak lihat-lihat kegiatan para psikiater. Delyn dan Joe juga disambut para dokter psikologi. Joe bilang bahwa temannya ini bisa menjadi psikiater hebat.
Sang dokter memperbolehkan Delyn mencoba menjadi psikiater dadakan. Tentu Delyn sangat sengan diberi kepercayaan itu. Pasien pertama yang ia layani mengaku pernah menjadi seorang pencuri dan ingin bertobat. Delyn menasihatinya dengan sabar. Pasien kedua hanya ingin didengar ceritanya. Yaitu tentang kerinduannya pada sang kasih. Ada juga pasien yang menangis karena menyesali dosa-dosanya. Delyn pandai juga memberi masukan pada mereka.
Karena sudah dapet tujuh pasien, Delyn dan Joe segera pamit untuk pulang. Delyn sangat menikmati harinya ini. Ia makan siang bersama Joe di restoran dekat hotelnya. Hari tanpa drugs dan miras sangat nyaman dan menyenangkan. Delyn jadi teringat lima tahun lalu. Saat ia masih lugu.
Delyn merebahkan diri di kamarnya. Ia sangat mencintai pekerjaan yang tadi ia kerjaan. Psikiater. Pekerjaan yang tadinya ia anggap rendahan dan gak mutu. Tapi kini ia malah menyukainya. Menurut Delyn, psikiater banyak untungnya. Selain gajinya juga tinggi, bisa juga memperluas networking.
Mulai malam ini Delyn punya mimpi. Yaitu jadi psikiater yang sukses. Yang mampu menumbuhkan semangat baru di hati orang laen. Walau itu sangat sulit. Mengingat keadaannya sendiri yang ancur.
Esoknya, Delyn ke panti rehabilitasi untuk check up. Setelah itu ia sendiri ke jalanan tempat anak gelandangan biasa mangkal. Delyn menghampiri mereka. Mewawancarai mereka tentang kehidupan selama ini. Delyn menasihati mereka bahwa sebaiknya mereka bekerja tapi bukan dengan mengemis.
Seminggu sudah Delyn lalui di Bogor. Kini ia resmi bebas dari candu narkoba dan miras. Ia sangat senang. Pikirannya lebih fresh. Ia pulang ke Bandung untuk meneruskan hidupnya.
Nyatanya gak semua kayak harapan. Ortunya masih berantem dan maki-makian. Tak lama kemudian mereka bercerai. Delyn masuk sekolah seperti biasa tapi tanpa malak. Nilai-nilai Delyn mulai meningkat. Semua warga sekolah terkejut dengan kelakuan Delyn. Apa lagi Andres yang cacat.
Setelah lulus SMA, Delyn mengikuti konferensi psikologi internasional di Bali. Jajak pendapat dimenangkannya. Ia jadi terkenal seantero Indonesia. Beasiswa pun ia dapatkan dari fakulatas Psikologi univ Minastry Estell, Chicago. My dreams must come true, prinsip Delyn.
‡‡‡
Felly’s Voice

Lagi-lagi ibunya memukul punggungnya. Kekerasan itu sering ia dapatkan dari ibu dan ayahnya. Anehnya Felly selalu bersabar dengan perlakuan mereka. Gak seorang pun yang tau memang.
Cewek tujuh belas tahun ini punya nama panjang Felly Ramoia. Sejak kecil ia gak pernah dapet kasih sayang dari ortunya. Ayahnya seorang pemabuk dan ibunya seorang SPG yang stress. Felly sendiri sampai kelas 3 SMA ini selalu disiksa seperti itu oleh ortunya.
Pagi ini seperti biasa, Felly pergi ke sekolah untuk belajar. Ia bersekolah di SMA Negeri 5 Bandung. Sekolah yang paling terkenal karena kepandaian murid-muridnya. Felly masuk situ bukan atas biaya ortunya. Tapi ia bekerja sebagai pembantu di rumah temannya.
Pelajaran yang paling disenangi Felly adalah tarik suara. Felly sangat suka menyanyi sejak kecil. Menurutnya, suaranya yang indah bakal mengalahkan Iis Dahlia. Namun Felly gak punya keberanian untuk tampil di depan umum. Ia sangat minder dengan teman-temannya.
Pulang sekolah, Felly diantar sahabatnya. Felly punya dua sahabat, Joe dan Andres. Bukan diantar ke rumahnya, tapi ke rumah majikannya untuk bekerja. Joe dan Andres sebenarnya sangat kasihan sama Felly. Tapi bila ditawari bantuan oleh mereka, ia menolak.
Felly segera masuk rumah besar itu. Ia mulai absent sama majikannya. Majikan Felly adalah ibu dari Delyn, teman sesekolahnya. Bukan teman juga sih. Delyn sangat jahat pada Felly.
Banyak yang harus dilakukan Felly dirumah ini. Tapi ia lebih banyak santainya. Keluarga ini jarang yang ada di rumah. Kadang sempat seminggu gak ada yang pulang. Mungkin karena ortu Delyn sibuk bekerja, kalo Delyn mah emang cewek berandal yang jarang pulang.
Sekarang Felly sedang mencuci piring. Ia mencuci sambil bernyanyi lagu hits sekarang. Bu Maria, majikannya sempat memuji suaranya yang merdu.
“Kok kamu gak jadi penyanyi, Fel?” tanya bu Maria.
“Saya malu, Bu,” jawab Felly.
“Kok malu sih nak?” tanya bu Maria.
“Suara saya jelek,” jawab Felly.
Bu Maria menerawang ke langit-langit rumahnya. Kemudian ia menghampiri kamar Delyn, tentu pemiliknya gak ada. Bu Maria kembali menghampiri Felly.
“Huh, kapan yah, ibu punya anak kayak kamu. Lemah lembut, cewek banget, sopan, rajin lagi…,” renung bu Maria.
“Mbak Delyn mungkin hanya belum mencapai fase itu. Biar gimana pun juga kodratnya adalah sebagai wanita,” komentar Felly.
“Ah, sudah lah. Fel, saya pamit kerja dulu ya,” pamit bu Maria. “Nanti kalau Delyn sudah datang, suruh makan ya!”
Sendirianlah Felly di rumah gedong itu. Ia sangat mengutuk Delyn yang tomboy itu. Anak itu sudah dianugrahi ibu yang perhatian, dikasih rumah yang bagus, dibiayai sekolah, masih juga dia keluyuran.
Sedangkan Felly hanya disediakan rumah yang hampir bobrok. Tiap dia gajian, selalu dirampas ayahnya untuk berjudi, selalu dipakai ibunya untuk belanja. Tiap hari Felly hanya bisa makan sekali sehari. Sedangkan Delyn sangat beruntung.
Orang kaya memang aneh. Felly ingin seperti mereka. Punya ini dan itu, serba tersedia semua. Dia juga menyesali keberadaan dirinya di rumah bobrok itu. Salah apa dia hingga hidup semalang ini???
Malam hari tiba, Delyn dan keluarganya sudah berkumpul. Felly sudah masak makan malam. Ia lalu pamit untuk pulang. Namun nyatanya ia gak langsung pulang. Ia masih mengamen dulu di lampu merah. Dia nekat saja, gak takut akan razia pengamen yang rajin dilakukan.
Setelah uang hasil ngamennya dirasa cukup, Felly baru pulang. Sampai dirumah ia melihat ayahnya sedang minum miras. Felly sangat takut sekali. Ibunya juga sedang main kartu bersama teman-teman sekerjanya.
“Lama banget lu ngamennya!” bentak ayahnya.
“Dapet berapa dah?” tanya ibunya.
“Ini, dapet lima ribu,” kata Felly sambil menyerahkan uang hasil ngamen.
“Cuma lima ribu?!” PLAAAKGH! Tamparan dari ayahnya mendarat keren di pipi Felly. Sakit sekali, tapi ditahan.
Felly menangis kesakitan karena pipinya. Ibunya gak membela, hanya meneruskan main kartu. Felly lari ke kamarnya yang terletak disebelah dapur. Ia mengunci pintu dan menangis sekeras-kerasnya.
Felly sangat lelah hari itu. Kenapa ortunya gak bisa menghargai kinerjanya? Felly menangis meretapi kepedihan nasibnya. Ia mungkin gak bisa mewujudkan mimpinya sebagai penyanyi. Ia tertidur pulas sekali. Masih mengenakan seragam sekolahnya, yang mulai tadi nggak ganti-ganti.
‡‡‡
Pagi hari datang juga. Felly masih belum bangun. Ibunya menggedor kamarnya untuk membangunkannya. Mendengar itu, Felly lekas membuka pintu. Sejurus kemudian, BUUUGHK! Ibunya melemparnya dengan sepatu ayahnya tepat pada lengan kirinya.
“Aw sakit,” rintih Felly.
“Heh! Molor aja lu! Sekolah sono gih! Percuma aje lu di sini. Ngabis-ngabisin oksigen di rumah gue aje!” hardik ibunya.
Felly langsung mandi secepat yang ia bisa. Lalu ia ganti baju dengan baju pramuka. Segera ia pamit pada ayah dan ibunya dan mencegat angkot berangkat sekolah.
“Aku udah gak kuat lagi deh,” keluh Felly pada kedua sahabatnya.
“Maksud kamu?” tanya Andres.
“Selama ini sebenernya aku ngalami hal yang buruk,” jawab Felly.
“Seperti apa?” tanya Joe.
“Ka-de-er-te. Kekerasan dalam rumah tangga,” jawab Felly.
“What?? Jadi selama ini lu udah berumah tangga??” Andres shock.
“Uh bukan gitu,” Felly membenarkan. “Selama ini naku selalu disiksa fisik dan batin oleh kedua ortuku. Mereka sering banget nampar aku, mukul aku, nyubit aku. bahkan setiap hari.”
Joe dan Andres melotot kaget. Kenapa Felly baru cerita sekarang? Kan sudah sejak kelas 1 SMA mereka bersahabat. Kenapa Felly baru membongkar kenaasan dirinya saat ia sudah bener-bener menderita?
“Sejak kapan kamu ngalami itu?” tanya Andres.
“Sejak aku masih kecil,” jawab Felly.
“Kok kamu gak lapor ke kak Seto??” tanya Joe.
“Takut. Aku gak tau gimana caranya, Joe,” jawab Felly lesu.
“Ini merupakan pelanggaran HAM! Kita harus menyelamatkan Felly sebelum dia dapet siksaan yang lainnya!” tekad Joe hingga gak sadar naik ke meja kantin.
“Woy! Gila ya lu! Turun, kerak telur!” solot Delyn dari jauh.
Secepat kilat Joe kembali duduk. felly dan Andres hanya tertawa melihat keanehan sahabat mereka ini.
‡‡‡
Rumah Delyn sepi seperti biasa. Tapi ini sangat gak wajar. Karena Delyn ada di rumah saat Felly bekerja. Tingkah Delyn kali ini sungguh kalem. Memang setelah 2 minggu skorsing, Delyn jadi berubah. Felly sendiri gak tau apa penyebabnya. Yang jelas Delyn yang sekarang lebih baik dari yang dulu.
“Fel, gue mau ngomong,” kata Delyn.
“Iya, ada apa, non Delyn?”
“Kata ortu gue, mereka mau cerai. Lu dipecat aja. Karena sekarang rumah ini gak sekaya dulu,” ujar Delyn enteng.
“Tapi, non Delyn….”
“Ini, gaji sebulan lu and pesangon,” kata Delyn sambil memberikan amplop cokelat pada Felly.
Felly ditinggal sendirian tercenung pasrah. Ia gak pernah mimpi sekali pu untuk mengalami PHK seperti ini. Ia segera mengemasi barang-barangnya dan pergi dari rumah itu. Ia sangat sedih sekali. Gak bisa ia bayangkan kemarahan ortunya mendengar ia dipecat.
Delyn mulai mengeluarkan alat ngamen. Yaitu berupa beberapa tutup botol yang gepeng dan dipaku pada sebuah kayu. Delyn mulai menyanyi dari bis satu ke bis lainnya. Hari ini ia banyak nyanyi lagu melankolis sesuai dengan isi hatinya yang lagi gak mood.
Dari jauh ia melihat sosok yang ia kenal. Joe sahabatnya. Joe sedang jadi kenek bus? Tanpa bilang itu ke dia? Egois sekali dia! Gak mungkin. Felly segera buang jauh-jauh pikirannya itu. Ia menruskan mengamen tanpa memperdulikan sosok mirip Joe itu.
“Empat belas hari kudatangi rumahmu…, untuk menemui…,” Felly mengamen di depan kaca pintu mobil jazz.
Tiba-tiba kaca mobil itu terbuka dan menampilkan wajah bapak ramah. Felly kaget juga, namun tetap tersenyum. Ia meneruskan mengamen untuk mendapat uang.
Bapak itu memberi 20 rubu rupiah. Itu sangat banyak bagi Felly. Sangat gak mungkin malahan.
“Bapak, saya gak punya uang kembalinya,” ujar Felly mengembalikan uangnya.
“Loh itu semuanya buat kamu, nak,” tolak sang bapak.
“Benar, pak? Trima kasih ya, pak,” kata Felly.
“Iya. Nama kamu siapa?” tanya bapak itu.
“Felly, Pak,” jawab Felly.
“Saya pak Fajar. Kamu pingin jadi penyanyi?” tanya bapak itu.
“Iya, Pak!” seru Felly riang.
“Suara kamu bagus sekali. Datang saja ke studio saya. Ini alamatnya, nak,” ujar pak Fajar memberikan kartu nama. Lalu pergi dengan mobilnya.
Felly sangat senang sekali. Rupanya angan-angannya akan jadi kenyataan. Ia lekas pulang ke rumah. Ingin sekali ia langsung kasih tahu ortunya. Pasti mereka akan bangga padanya.
Begitu sampai di rumah, Felly melihat ayahnya sedang mabuk bersama wanita lain. Felly sangat kaget, begitu pula ayahnya. Tanpa banyak ngomong, Felly langsung mendekati waanita itu.
“Dia bapak saya. Kamu siapa?” bentak Felly.
“Saya istri mudanya,” jawab wanita itu.
“Jaga intonasimu, Fel!” bentak ayahnya.
PLAAAKGH! Tamparan mendarat di pipi Felly dari ayahnya yang masih mabuk berat.ia meraung kesakitan dan masuk kamarnya. Ditumpahkannya air mata yang memenuhi matanya tadi.
Memang ibunya juga gak pernah menyayangi Felly, tapi Felly gak tega. Pasti hati ibunya akan sakit sekali. Tiba-tiba ibunya masuk kamar Felly dengan tergesa-gesa. Tapi matanya sembab.
“Fel, lu kenapa?” tanyanya pada Felly.
“Bapak nampar Felly lagi,” jawab Felly.
Ibunya langsung memeluk Felly erat. Hal ini lama sekali gak mereka lakukan. Felly merasa hangat dalam pelukan ibunya. Ia mendengar degup jantung ibunya yang membuncah. Tapi Felly ingin merasakan lebih lama pelukan itu. Karena ia sangat merindukannya.
“Ini salah gue, Fel,” ujar ibunya kemudian.
“Maksud ibu apa sich?” tanya Felly gak melepaskan pelukan.
“Sebenarnya…, elu bukan anak kandung kita,” jawab ibunya.
“Gue gak bercanda. Lu anak yang kami temukan di depan rumah tepat tangga 9 April. Makanya kita ngisi TTL-mu di raport seperti itu,” kata ibunya.
Felly melepaskan pelukan. Ia bertanya pada ibunya tentang ortu kandungnya. Ibunya menggeleng pelan. Lalu beliau menjelaskan mengapa mereka sering menyiksa Felly seperti itu. Ibunya sangat menyesal, tapi ayahnya tidak.
“Sekarang, elu mau minta ganti rugi apa?” tanya ibunya.
“Ibu tetep ibu Felly. Meski bukan ibu kandung, tapi ibulah yang udah ngerawat Felly dari kecil kan. Jadi Felly hanya minta satu hal,” jawab Felly.
“Apa itu?” tanya ibunya.
“Dukung Felly menjadi penyanyi,” jawab Felly yang dibalas anggukan.
Akhirnya, Felly sering latihan ke studio itu, gratis. Ia menjadi penyanyi yang terkenal se Bandung. Uangnya saangat banyak dan ditabungnya untuk kedua ortunya. Setelah tabungannya banyak, ia kuliah ke Univ Minastry Estelle di Chicago, univ itu menerima Felly dengan pintu terbuka.
‡‡‡

Our Dreams

Rasa kangen itu pasti ada. Begitu pula di hati Andres, Joe, Delyn dan Felly. Sudah empat musim semi mereka habiskan di Chicago. Mereka sangat bahagia di univ Minastry Estelle. Mereka sudah lulus dari perguruan itu dan sudah bekerja di Amerika.
Empat anak bangsa ini sudah menjadi manusia-manusia yang sukses dan hebat. Siapa sangka, anak pincang yang minder menjadi arsitek handalan Chicago? Siapa sangka, anak panti asuhan kumal di Indonesia jadi dosen besar matematika di Univ Joule, Boston? Siapa kira, cewek berandal pecandu narkoba bisa jadi motivator New York dan psikiater di RS St. Isaac? Siapa sangka, gadis korban KDRT dengan sabar jadi guru vocal sebuah teater besar Chicago?
Musim panas ini mereka berempat berencana pulang ke Indonesia. Mereka sangat kangen kerabat dan keluarga. Apa lagi univ Minastry Estelle telah merubah culture dan kebiasaan mereka.
Kemampuan mereka berbahasa inggris sangat lihai. Khan tiap hari ngomongnya pake bahasa itu. Mimpi mereka telah terwujud semua. Univ Minastry Estelle telah menjadi perantara mimpi mereka.
‡‡‡
Joe satu pesawat dengan Delyn. Sedangkan Andres dengan Felly. Karena Delyn dan Joe masih harus menyelesaikan pekerjaan mereka di Amerika. Jadi Andres dan Felly pulang duluan.
“Huh, pegel deh leherku!” keluh Delyn.
“Sabar. Entar juga Andres ma Felly njemput,” nasihat Joe.
Tapi tetep aja wajah Delyn kusut. Joe yang sudah sering membaca pikiran Delyn di Amerika dulu, sekarang melakukannya lagi. Konsentrasinya penuh pada Delyn. Trap! Muncul tulisan lapar di fokusan Joe. Oh, rupanya temennya ini sedang lapar hingga rewel terus.
“Lyn, Have you breakfast?” tanya Joe.
“Hmmm, no,” jawab Delyn.
“Hmmm, pantes aja. Yuk, makan!” ajak Joe.
“Nggak. Ntar Felly ma Andres nyariin lagi,” tolak Delyn.
“Ah, itu mah gampang,” ujar Joe langsung menyeret Delyn ke restaurant terdekat bandara Soekarno-Hatta.
Mereka langsung pesan makanan. Lama sekali mereka gak makan masakan Indonesia. Ya sudah sekitar empat tahun lamanya. Delyn segera melahap semuanya. Ia bener-bener laper. Di pesawat tadi Delyn gak sempet makan karena ditelponin mulu ma kliennya.
“Joe,” seseorang memanggil dari belakang.
Joe menoleh sumber suara. Nampak seorang pria berbaju pilot dengan topi di kepalanya. Joe agak lupa ma orang ini. Ia terus memutar slide memorinya. Menurut fisiknya dia mirip,
“Jaka!” seru Joe.
Seperti adegan di TV-TV itu, mereka berpelukan kangen. Joe sama sekali gak nyangka kalau Jaka bisa jadi pilot. Anak yang suka usil dip anti asuhan, sekarang jadi orang yang sukses. Jaka duduk disamping Delyn yang sibuk menikmati es jeruknya dengan semangat.
“Siapa nih cewek, Joe? Pacar lu?” tanya Jaka.
“Bukan, ih. Dia Cuma temen gue,” jawab Joe.
“Kenalan dunk, neng!” ajak Jaka.
Delyn mulai menatap Jaka. “Nama gue Gradelyn Marvella. Lu bisa panggil gue Delyn aja,” kata Delyn.
“Waw??? Gue Jaka,” ujar Jaka.
“Kagak nanya!” tukas Delyn ketus.
Jaka tersenyum kecut. Joe hanya terkekeh-kekeh kecil. Lalu gak lama kemudian Jaka balik bekerja setelah ngobrol tentang panti ke Joe. Felly dan Andres pun datang juga ke restorant itu. Untung sebelumnya Joe udah SMS mereka.
‡‡‡
Delyn sangat bahagia mendengar ayah dan ibunya rujuk kembali. Joe sangat senang mengetahui panti asuhan Darma Husada jadi makmur. Andres juga bangga karena ia akan diberi kaki palsu oleh dokter untuk kelansungan hidupnya. Felly juga bersyukur ayah dan ibunya berhenti mabuk.
Hari ini mereka sedang berlibur ke Bogor. Mereka mengunjungi villa Andres di Puncak Bogor. Udaranya sangat sejuk dan pencemaran suaranya sangat minim. Mereka suka yang beginian. Karena sudah empat tahun lebih gak merasakan keasrian ini.
Chicago sangat padat dan ramai. Kemacetan kerap terjadi seperti di Jakarta. Tapi gak separah di Jakarta. Banyak gedung pencakar langit. Rumah berlatar depan sangat jarang. Mereka saja tinggal di apartemen waktu di Chicago. Apa lagi kesibukan terus melanda kota ini.
“Enaknya sekarang ini,” ujar Joe.
Sekarang mereka sedang lay down di bukit belakang villa. Bukitnya hijau dan terawat. Disekitarnya terdapat pohon cerry dan asem. Membuat bukit itu jadi rindang dan sejuk.
“Ya, enak,” Felly mengiyakan.
“Cita-cita gue terwujud juga akhirnya,” kata Delyn.
Andres berujar, “karena mimpi adalah awal kesuksesan.”
“Jadi kalo pingin sukses harus punya mimpi?” tanya Delyn.
“Iya. Segela-gelapnya malam, lebih gelap hidup manusia yang tanpa mimpi,” jawab Joe.
“Aku gak pernah nyangka jadi arsitek sesukses ini,” kata Andres.
“Ya, kita wajib bersyukur. Entar kalo kita punya temen yang gak punya mimpi, kita harus membantunya, sebelum dia tersesat,” nasihat Delyn.
“Tumben lu bijak, Lyn,” sindir Joe.
“Gue kan psikiater!”
“Iya-iya, marah mulu.”
“Mencapai sebuah mimpi butuh perjuangan yang super berat,” kata Felly.
“Sangat. Hingga aku hampir putus asa.”
“Ketika suatu pencapaian mimpi itu berhasil, akan ada mimpi baru. Itu prinsip dasar semua manusia,” kata Delyn.
“Lalu bagaimana bila mimpi itu gak akan tercapai?” tanya Felly.
“Dari mana kita tau kalo gak akan tercapai?”
“Kita harus berusaha semaksimal mungkin. Bahkan pengorbanan sangat dibutuhkan,” jawab Delyn.
“Mimpi kita terwujud. Itu karena usaha kita. Aku sangat bangga. Apa mimpimu selanjutnya?” tanya Andres.
“Aku ingin membuat seluruh peserta didikku menjadi orang yang berintelek,” jawab Joe.
“Aku ingin semua manusia punya mimpi, akan kubantu mereka semua sebisaku,” jawab Delyn.
“Aku ingin aku bisa membuat masyarakat mencintai dan mengembangakan seni vocal,” jawab Felly.
Andres kagum pada teman-temannya. “Aku sangat ingin seluruh gaya rumah di Chicago meniru rumah joglo!”
“Mana bisa???!!!”

Tamat

Monday, April 27, 2009

BE A PRINCESS

BY: dHEVIN

In a school


Aku baru pindah ke Negara ini. Kata papaku Negara ini bernama Kizaiya. Negara yang taraf hidupnya paling tinggi di Asia. Tepatnya aku menempati kota Grivan. Di sini banyak ditinggali keluarga bangsawan Kizaiya. Para sepupu, saudara, rekan kaisar Kizaiya. Aku pindah ke sini karena papa membuka cabang baru perusahaannya di sini. Papa bekerja sebagai direktur sekaligus owner sebuah pabrik tekstil dan sutera.

Deluxe High School masih sepi saat aku datang. Aku mulai mencari ruang kepala sekolah. Karena aku anak pindahan dan baru pagi ini tiba di sekolah aku kesusahan nyari kelasku. Bolak-balik aku berjalan tapi hanya muter-muter berkali-kali.

Hai, ada yang bisa aku bantu?” sapa seorang cewek padaku.

Ia memakai seragam yang sama seperti aku. “Iya, ruang kepsek di mana ya?” aku bertanya.

Oh, kamu anak baru ya? Aku kelas sepuluh tiga. Nama kamu siapa?”

Sansan Zhang. Kalo kamu?”

Mariska When. Salam kenal,” ia menjabat tanganku.

Kami menelusuri lorong-lorong koridor dan mendaki tangga menuju ke ruang kepsek. Deluxe High School memang sangat megah dan mewah bangunannya. Kalau dari luar ini lebih mirip istana ketimbang SMA. Apalagi seni arsitekturnya lebih bergaya eropa.

Sampai di ruang kepsek, Mariska meninggalkanku. Aku segera masuk dan ditanya-tanya oleh pak Redi, sang kepsek. Setelah itu beliau memanggil salah satu guru dan menyuruhnya mendampingiku berkeliling sekolah dan mengantarku ke kelas jam pertama.

Kakiku sudah pegal sekali karena harus mengelilingi SMA ini jalan kaki. Sampai di depan kelas musik aku sudah loyo. Aku disambut oleh guru musik yang sedang mengajar. Aku disuruh memperkenalkan diri pada anak-anak yang lain. Kemudian, beliau menyuruhku duduk sebangku dengan Mariska. Ternyata aku sekelas dengannya.

Berhubung aku dan Mariska sudah dari tadi kenalan, jadinya gak kikuk lagi. Guru musiknya bernama pak Mario. Beliau sedang mengajari cara bermain violin dengan benar. Tapi para muridnya ini sibuk dengan obrolan mereka masing-masing. He-he-he aku juga begitu, aku malah asyik berbincang dengan Mariska.Anehnya pak Mario tak pernah marah, ia hanya diam menyaksikan kebadungan kami.

Pelajaran musik pun cepat berlalu. Kita segera menuju ruang Tata Boga untuk praktek memasak sup ayam. Gurunya bu Rila.

Eh San, ambilin panci cepet!” Ray berseru padaku.

Aku segera mengambilnya walau pun rada berat. Aku senang deh, semua warga kelas ini cepat membaur padaku. Mereka manganggapku seakan bukan murid baru. Kita jadi cepat akrab, saling terbuka dan bergotong royong bikin guru-guru kesel.

BLUUURG!!!

Kompor praktek Panji meletus dahsyat mengagetkan kita. Anak-anak berkarian ingin mengomeli Panji. Tapi Panji, dengan kegesitannya meloncat berlari ke luar ketakutan.

Saking ngebutnya ia berlari, tak sengaja ia menabrakku dari belakang. Aku terpelanting ke belakang menyerempet taplak meja. Seluruh barang yang ada di meja itu terangkat dan berserakan di mana-mana. Salah satu toples bumbu terinjak Joko. Ia terjatuh mengenai meja kompor Mariska yang sotonya sudah matang. Akibatnya soto itu tumpah dan kompornya meluncur menbrak meja peralatan masak. Meja itu terbakar seketika.

Kelas tata boga rusuh sekali. Bu Rila kelojatan jantungan melihat kekacauan ini. Kita hanya berusaha memperbaiki kelas. Tapi rasanya usaha itu sia-sia. Kita malah saling melempar kubis sisa memasak. Bahkan ada yang melempar telur padaku. Ku balas dengan melempar sendok sayur ke kepelanya yang penuh bihun. Semua saling mengotori. Ini sekolah yang sangat seru yang pernah kutempati.

Berhentiii!!!” bu Rila berteriak ganas.

Kita semua menghentikan aktifitas berperang. Semua diam seribu bahasa memperhatikan bu Rila yang kewalahan. Tentu aku jadi tak enak hati. Nampak matanya berkaca-kaca ingin menangis. Entah karena sedih atau terharu pada kehebatan kita.

Kelas selesai!” ucap bu Rila.

Perlu kita bantu membereskan, Bu?” tawar Joko.

Oh, jangan. Tak perlu kalian membantu. Keluar!”

Kita jadi ketakutan sendiri. Maka lekas kita membereskan tas dan berlari keluar kelas. Di luar kelas, warga sepuluh tiga cengengesan mengingat kejadian tadi. Mereka penuh bahagia seakan tak punya dosa sama sekali. Ini mengagumkan.

Kamu lihat yang tadi?” tanya Mariska.

Ya. Sangat seru,” jawabku.

Jika kau sekolah di sini dan berkelas di Deluxe maka kekacauan itu sudah menjadi tradisi harian,” ujar Mariska.

Aku tak percaya yang dikatakan Mariska. Ini tak mungkin di Deluxe. Ini kan sekolah khusus yang paling bergengsi di kota ini. Semua yang bersekolah di sini adalah bangsawan yang kaya raya.

Bel istirahat terdengar, para murid Deluxe langsung menyerbu kantin yang ada di halaman belakang. Aku ditemani Mariska dan Joko makan di sana. Aku pesan bakso, Mariska pesan mie china, dan Joko pesan pangsit. Rupanya Joko dan Mariska adalah teman akrab.

Gimana sih system di Deluxe ini?” tanyaku pada mereka.

Lu pingin tau?” Joko bertanya.

Of course,” jawabku.

Gini, sekarang kan hari selasa. Kemaren pelajaran eksakta. Besok pelajaran olah raga dan etika. Hari kamis club time, jum’at dan sabtu libur rutin. Tiap akhir bulan ada acara liburan bersama,” Mariska menjelaskan sambil melahap mienya.

Kamu dari Tokyo kan?” tanya Joko.

Yap,” jawabku.

~~~~


Ethics


Aku bergegas menuju kelas etika. Hari ini aku terlambat bangun. Berkat papa yang mengajakku nonton acara bola tadi malam. Padahal aku masih kurang tau lingkungan sekolah.

Sansan!” tegur seseorang.

Aku menoleh ke sumber suara. Ternyata itu pak kepsek. “Ya, ada apa pak? Ada yang bisa saya bantu?”

Loh, seharusnya saya yang tanya kayak begitu. Kamu mau ke mana?” tanya sang kepsek.

Ke ruang etika,” jawabku.

Naik ke lantai dua, telusuri lorong ke lima. Ruang etika perempuan di ujung sendiri,” ujar pak Redi.

Aku menuruti saja perintahnya. Setelah aku masuk ke ruang etika, aku disambut gurunya, bu Dahlia. Ternyata dalam pelajaran etika siswa cowok dan cewek dipisah ruangan. Ini menyebabkan ruang etika selalu tentrem anyem. Bu Dahli bertanya namaku danmempersilahkanku duduk mengikuti lanjutan pelajaran.

Pelajaran etika mengajari cara bicara yang sopan bagi seorang wanita. Kita diajari cara menjawab pertanyaan dari kaum cowok. Bahkan kita diajari cara menolak ajakan kencan cowok. Dalam etika, seorang cewek dilarang mengungkapkan rasa cintanya mendahului cowok. Kata bu Dahlia itu sangat tidak sopan dan memalukan.

Ternyata aku baru tahu kalau seluruh warga sepuluh tiga adalah bangsawan Kizaiya. Pantas saja mereka berubah total bila di pelajaran etika. Mereka seakan menjadi para dewasa yang anggun berdarah biru.

Sehabis pelajaran etika kita keluar kelas dengan sopan dan tertib. Aku sampai heran. Bu Dahlia bolak-balik mengomeliku karena cara berjalanku yang menyerupai cowok. Ia juga menyuruhku bicara selembut cewek, Karen menurutnya nada bicaraku kasar.

Warga sepuluh tiga cewek dan cowok berkumpul di aula basket. Kita segera berganti baju olahraga. Lalu menanti guru olahraga yang kata Joko namanya pak Willy. Selama menanti cowok-cowok bermain basket dan ceweknya hanya duduk ngerumpi di kursi penonton.

Aku tak demen dengan acara membicarakan orang yang tak jelas. Aku bergabung dengan cowoknya utnuk bermain basket. Hal itu membuat kaum cewek heran dan kagum. Aku tak memperdulikan itu karena permainan telah dimulai.

Joko, Aldyn, Eric, Herman, dan aku satu tim. Aldyn melempar bola kearah Joko. Dengan gesit Joko mendribelnya berjalan ke aku lalu tanpa ba-bi-bu lagi Joko melemparnya ke arahku. Aku segera menangkapnya dan menshoot ke ring. Dengan sekali lompatan tinggi aku berhasil memasukkan bola ke ring. Timku bersorak menang.

Tepuk tangan pun mengalun serentak. Joko menggiring bola ke tengah lapangan. Ray merebutnya dan menggiringnya ke arah Rudy. Segera Aldy dan Eric menghalanginya. Di saat seperti itulah aku merebut bola itu dan melemparkannya ke Aldyn. Sementara itu Herman menunggu shoot dari Aldyn. Lalu Aldyn melempar bola ke Herman. Karena dari tim Ray sangat gesit dan ganas, Herman melemparnya ke arahku. Aku dan Joko mengiringya menuju tiang ring. Pada akhirnya aku meloncat bersama Joko. Aku melempar bola ke atas, Joko men-shootnya ke ring dan… masuk!

Riuh tepuka tangan kembali terdengar. Tapi pak Willy datang dan pertandingan terpaksa diakhiri. Kita disuruh baris oleh pak Willy. Setelah itu dipimpin pak Willy untuk melakukan pemanasan. Lalu kita diperntah untuk lari keluar sekolah untuk mengelilingi lapangan football.

Tepat saat bel istirahat terdengar, pelajaran olahraga pun selesai. Para siswa pun segera berganti pakaian. Lau menyrbu kantin untuk mengisi perut. Sungguh olahraga kali ini sangat melelahkan. Perutku sudah sangat kelaparan. Aku bisa mendengar kriyuk-kriyuknya.

Mariska menggandeng tanganku ke kantin. Joko tak ikut kita. Katanya ia ada remidi pelajaran fisika. Aku dan Mariska memilih bangku dekat jendela. Karena dari sini aku bisa melihat pemandangan.

saat menelan makananku, pandanganku jatuh pada seorang cowok yang mengenakan seragam sama sepertiku. Dia sangat keren dan tampangnya sangat royal dan so ksatriya banget. Disampingnya bergayut seorang cewek cantik yang mempesona.

Ris, kamu kenal ma cowok itu?” tanyaku pada Mariska.

Oh itu. Dia mah anak kaisar Kizaiya. Namanya Zie Everglot. Dia anak kelas sebelas,” jawab Mariska.

Trus ceweknya tuh siapanya?” aku masih bertanya.

His girlfriend. Namanya Serena Hu,” dengan senang hati Mariska menjawabnya.

Zie tuh orangnya baik?”

Tentu, dia sangat respek pada siapa saja.”

Hebat ya Serena! Cantik, ningrat ent dapet Zie.”

Who say Serena a Lady?”

Bukankah?”

Bukan. Serena warga biasa, bahkan ia kaum fakir. Ayahnya bekerja sebagai tukang sapu jalanan.”

Gimana ia bisa sekolah di sini?”

Tentu dengan bantuan Zie.”

Berarti Zie sangat baik.”

Perlu kamu tau, ayah Zie tidak menyukai Serena.”

Aku dan Mariska melanjutkan makan. Sesekali kulirik Zie yang asyik bersenda gurau dengan Serena. Zie terlihat sopan dan kalem. Ia sudah ketahuan ningratnya dari cara berjalan atau nada bicaranya. betapa beruntungnya Serena yang dicintai Zie.

Bel masuk pun terdengar. Seluruh murid berlarian menuju kelas masing-masing. Sepuluh satu, bagi ceweknya memasuki ruangan etika. Kini bu Dahlia sudah menyiapkan pelajaran bicara dengan pangeran.

Come on, girls! Perhatikan. Aku yakin pasti salah satu dari kalian akan menikah dengan pangeran Kizaiya,” kata bu Dahlia.

Aku sejenak teringat Zie yang dikantin. Bukankah ia pangeran Kizaiya yang sesungguhnya. Kata ayah kaisar Everglot hanya mempunyai dua putera. Sepatutnya kata-kata bu Dahlia ini ditujukan saat kelas Serena mengikuti pelajaran ini.

Cara jalanmu kurang pelan, Zhang,” tegur bu Dahlia.

Yes, madam.”

Dan kurasa potongan rambutmu berantakan. Perlu aku bantu merapikannya?”

Perlu kau tahu, ini potongan yang paling keren di Tokyo.”

Jangan terlalu kasar padaku.”

Aku melanjutkan dengan latihan bicara. Bolak balik aku disuruh mengulang dialog minum tea yang isinya itu- itu aja. Selanjutnya aku diajari cara menjawab setiap pertanyaan dari pangeran. Beruntunglah karena pangeran ini tak pernah tanya kapan aku bangun pagi ini.

Lebih sopan, Zhang,” tegur bu Dahlia lagi.

Yes.”

Senyum donk. Jangan galak, ntar pangerannya kabur.’

Itu bagus.”

Aku sangat lelah dengan pelajaran ini. Menguras waktu dan kesabaran. Setahuku akulah yang paling banya mendapat omelan dari bu Dahlia. Aku benar-benar tak kuasa menjalani pelajaran ini. Semua didikte, semua diatur, semua harus sopan, jangan terlalu kasar, de-el-el.

~~~~



Falling in love


Semakin hari semakin ku sering memikirkan Zie. Pangeran itu tak mau pergi dari mimpiku. Serena pun selau menghantui tidurku. Apa aku sedang jatuh cinta pada pangeran itu? It’s impossible. Walau pun papaku adalah orang kaya dan masih berstatus bangsawan.

Papaku bangsawan. Tapi bukan keturunan Kizaiya. Beliau adalah orang Jepang. Kakekku adalah adik dari perdana menteri Jepang periode lalu. Ibuku seorang dubes puteri untuk Filipina. Tapi kini beliau telah dipanggil ke hadapan Tuhan. Akibatnya aku seorang anak yang piatu dan kasar.

Woy, koq ngelamun?” tanya Mariska.

Gak koq,” jawabku bohong.

Duh, pake rahasia segala. Ada pa sih?”

Kayaknya aku dah falling in love deh.”

Cieeeh, bahasamu dewasa banget.”

Serius.”

Oh, ma siapa? Joko? Ray?”

Deu…, amit-amit lah you. Ma … Zie!”

Hah???!” Mariska kaget.

Gak usah lebai deh!”

Kamu gak bercanda kan?”

Ya enggaklah. Zie bener-bener perfect di mataku!”

Saat aku mengucapkan kalimat itu, Zie lewat di hadapanku. Baunya wangi dan khas kerajaan. Kulihat dia menghampiri Serena yang sepertinya sudah menuggunya. Zie langsung memeluknya dan menggandengnya pergi. Aku iri deh ma Serena.

Ih…, nyebelin kan Serena?” Mariska protes.

Bener kamu.”

♥♥

San, papa punya kabar bahagia loh!” seru papa saat makan malam.

Apaan, Pa?” aku antusias.

Kita akan menjadi bangsawan Kizaiya.”

Maksud papa?”

Kaisar Kizaiya ingin menjalin keluarga dengan kita.”

So?”

Dia ingin menjadikanmu tunangan puteranya.”

Hah???” aku gemetar. Belum terpikir olehku untuk tunangan. Apalagi dengan keluarga istana.

Tapi kamu gak keberatan kan?”

Keberatan donk, pa. aku kan masih muda.”

Loh itu bukan masalah, ini hanya tunangan.”

Entah apa yang ada di otakku saat itu, aku mengangguk. Aku hanya membayangkan Zie yang akan jadi tunanganku. Tapi akankah Zie yang jadi tunanganku? Bagaimana kalau saudaranya Zie?

Hari Minggu, aku dan papa pergi ke istana Kizaiya. Baru sampai di lobinya aja aku sudah berdecak kagum oleh bangunannya. Udah gede, unik, terawat, bersejarah lagi. Terhormat banget deh rasanya aku dapat memenuhi undangan kaisar ke sini.

Tiga penjaga mengantar aku dan ayahku ke ruang makan yang letaknya di lantai dua. Ruang makan itu sangat luas dan elite dengan meja marmer yang kinclong. Nampaknya kaisar Kizaiya sudah menunggu kehadiran kami. Ia memakai jas hitam dan sepatu coklat. Disampingnya berdiri dua cowok yang masih muda dan tampan memakai kemeja biru dan coklat. Zie salah satunya, ia memakai kemeja biru.

Selamat siang, kaisar,” sapa papaku.

Selamat siang juga. Mari duduk,” kaisar mempersilahkan.

Bagaimana kabar Anda?” tanya ayahku.

Tentu baik-baik saja. Ini puterimu?”

Ya. Namanya Sansan.”

Oh sudah besar rupanya puterimu. Dia anak tunggal, David?”

Ya, isteriku meninggal saat melahirkannya.”

Aku turut berduka cita, oh ya ini puteraku.”

Siapa nama mereka?”

Ini Kelvin,” ujar kaisar sambil menepuk bahu cowok berkemeja coklat, “dan ini Zie,” ia menepuk bahu Zie.

Kemudian makan siang dilanjutkan. Hidangannya enak-enak dan yang pasti mahal. Sajian yang disuguhkan merupakan makanan khas Kizaiya. Missal ayam bakar poker, es cisemould, nasi goreng kare, telur kukus jeruk, sashimi goreng kering. Pokoknya berbau Kizaiya yang setengah menganut budaya Jepang modern.

Usai makan siang, kaisar mengajak papa ke ruang presentasi untuk mengobrol, sedangkan aku diajak Kelvin dan Zie berjalan-jalan keliling istana. Hatiku bahagia sekali saat Zie menggandeng tanganku. Ia ramah sekali dan sangat menghargai aku bicara. Tak seperti Kelvin yang keliatannya liar dan bertolak belakang dengan Zie. Di sini sepertinya Zie mengeluarkan kemampuannya di bidang etika. Tapi aku tak bisa menerapkan pelajaran etika di sini. Menyebalkan.

Kamu sekolah dimana?” tanya Zie.

Deluxe,” jawabku.

Really? Kelas berapa?”

Hmmm, sepuluh tiga.”

Oooh, masih kelas atu toh. Aku juga sekolah di Deluxe, sepertimu. Tapi aku udah kelas dua.”

Duh Zie, kamu gak usah memperkenalkan dirimu seperti itu. Siapa sih yang gak kenal ma kamu? Cowok ganteng anak kaisar negeri elit. Aku udah kenal kamu.

Kamu tahu, kenapa kamu diundang ke sini?” tanya Zie.

Nggak tuh,” jawabku bohong.

Kamu akan ditunangkan dengan salah satu dari kami,” kata Zie.

Pertunangan yang seharusnya tak terjadi,” ucap Kelvin.

Sudahlah!” Zie membentak.

Dia adikmu?” tanyaku takut-takut.

Ya, dia kakak kandungku,” jawab Zie.

Kemudian aku, Zie, dan Kelvin duduk di sebuah bangku di taman bunga yang terletak di halaman depan istana. Aku bahagia dekat dengan Zie. Tapi saat aku lihat wajah Zie, ia sama sekali tak bahagia. Mungkin dia hanya ingin menghargaiku bukan mencintaiku.

Aku menghembuskan napas dalam-dalam dan khusyuk. Aku ingin tahu apakah Zie menginginkan seandainya bertunangan denganku? Sedangkan ia punya hubungan dengan Serena. Tentu ia tak mau, aku yakin. Zie tak akan mencampakkan Serena.

~~~~


Engagement


Mariska berulang kali berdecak kagum dengan ceritaku tentang pertemuanku dengan Zie. Ia mendukungku bila bertunangan dengan Zie. Ia jauga bercerita tentang kakak Zie yang kutemui kemarin. Ternyata Kelvin punya banyak kasus.

Beee, jangan tanya si Kelvin! Walau pun tuh cowok seorang pangeran, tapi kelakuannya tuh loh nyebelin be-ge-te. Dia tuh sering bikin onar di Deluxe ini,” begitu kata Mariska.

Hah? Dia sekolah di sini?”

Iya. Kelas duabelas satu.”

Lalu Zie lewat di depanku. Tak seperti biasanya yang ia selalu tak peduli padaku. Kali ini ia tersenyum padaku. Serena yang di sampingnya ikut tersenyum. Ia sama sekali tak cemburu. Yah emang sih buat apa cemburu. Toh Zie juga gak bakal tertarik padaku.

Malam harinya, aku dan papa ke istana lagi. Zie dan Kelvin udah siaga berdiri di samping kaisar. Aku dan papa diundang untuk makan malam.

Jadi sudah kami putuskan,” kata kaisar di tengah-tengah makan malam, aku sampai hampir tersedak kaget.

Untuk?” Kelvin antusias.

Aku dan tuan David Zhang akan mempertunangkan Sansan Zhang dengan anakku,” ia berhenti bicara dan melanjutkan, “Zie Everglot.”

Mendengar namanya disebut, Zie langsung batuk tersedak kulit kepiting. Ia segera ambil minum untuk menenangkan. Zie menarik nafas dalam-dalam dan mulai bicara.

Aku?” Zie seakan tak percaya.

Ya,” jawab kaisar, “Kau keberatan?”

Of course!” Zie membentak dan pergi keluar ruang makan.

Aku hanya duduk terdiam. Sudah aku bayangkan sejak dulu. Zie tak akan sudi bertunangan denganku. Apa lagi ia masih berpacaran dengan Serena. Aku merasa rendah di ruang ini. Secara tak langsung Zie telah membuat keluargaku malu, atau kebalikannya.

Kaisar menyuruh penjaga untuk mengejarnya. Tapi aku yang udah lelah dengan acara ini, berlari keluar istana. Tak peduli dengan panggilan papa, aku mencegat taxi. Segera kuambil jurusan pulang. Au ingin tidur dan melupakan malam ini.

♥♥

Mariska datang ke rumahku atas permintaanku. Tadi pagi aku tak masuk sekolah. Papa mengerti perasaanku, oleh sebab itu ia mengijinkanku. Sekaran sudah sore dan Mariska sedang sibuk merapikan rambutnya akibat berlari dari Deluxe ke rumahku. Kalau ia naik mobil, supirnya akan bilang ke papa Mariska bahwa ia keluyuran.

Hiks hiks hiks, Zie menolak pertunangan itu,” aku mulai mangadu.

Menolaknya? Atas dasar apa ia menolaknya?” tanya Mariska.

Ia tak perlu dasar utntuk melakukan itu,” jawabku, “dia seorang pangeran kan? Jadi dia bisa bertindak susuka hati.”

Tapi dia gak boleh berbuat kayak gitu dong.”

Mariska kasihan padaku. Ia memberi dukungan dan semangat. Lalu ia kembali ke Deluxe untuk menemui supirnya. Aku sendiri di kamar diiringi alunan musik pop dari Avril Lavigne. Pembantuku sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan siang.

Dua bulan setelah itu, pertunangan benar-benar dilaksanakan. Zie sendiri katanya yang menyetujui. Aku tak percaya, mau dikemanain tuh si Serena? Apa mereka putus karena pertunangan ini? Aku tak tau pasti. Tapi saat aku dan Zie bertemu, ia tak terlihat bahagia.

Zie menginginkan pertunangan dilaksanakan di sekolah Deluxe. Kata Zie, ia ingin semua penghuni Deluxe tahu pertunangan ini. Aku tak mengerti apa yang sedang ia pikirkan. Bukankah seharusnya ia menyembunyikan pertunangan ini?

Semua sudah diatur oleh pihak kerajaan. Bahkan cincin pertunangannya pun bukan aku yang memilih. Tamu undangan telah datang ke aula Deluxe. Yang diundang adalah murid kelas 1 dan 2. mereka memakai gaundan jas terbaik yang mereka punya.

Pesta pertunangan dimulai dengan meriah. Deluxe dijaga ketat oleh polisi karena ini menyangkut keselamatan kaisar. Setelah itu kaisar memberi sambutan. Sesi inti pun tiba, pemasangan cincin. Dan setelah kulihat ternyata cincin tunangan itu amatlah indah. Lingkaran emas putih dengan berlian biru dan grafit hitam.

Zie dan aku naik ke panggung. Ia menggenggam tanganku lembut. Dengan senyum manis ia mesukkan cincin itu ke jariku, begitu pula aku. Aku kaget karena ternyata banyak wartawan, kamera, artis, pejabat kerajaan, dan orang penting lainnya yang datang ke Deluxe.

Zie dan aku menunjukkan cincin kami ke hadapan tamu. Semua bersorak dan bertepuk senang. Kemudian kami turun dan pesta dilanjutkan. Aku mencari-cari Serena di Aula itu. Aku ingin tahu perasaan gadis itu melihat pacarnya bertunangan dengan gadis lain.

Cari siapa?” Zie bertanya.

Eh enggak koq,” jawabku. “Mana Serena?”

Apa pedulimu?”

Aku kaget sekali mendengar ucapan Zie yang barusan. Nadanya tinggi dan membuatku sakit hati. Bukankah kelas 2 juga diajarin pelajaran etika by bu Dahlia?

Sekarang kan kamu dah dapet apa yang kamu inginkan?” Zie kembali berkata.

Apa maksud kamu?”

Dengar ini, nona Zhang! Walaupun sekarang kita telah bertunangan, aku tak akan pernah menganggapmu sebagai tunanganku! Karena pertunangan ini adalah kepentingan kerajaan dan aku harus melakukan ini! Jadi sekarang kau sudah puas kan!” Zie membentakku.

Kepentingan kerajaan?”

Ya. Kaisar ingin kerajaan ini mendapat pandangan sama di dunia internasional dengan menjalin hubungan bersama bangsawan jepang. Ayahmu dan kaisar akhirnya mengadakan perjanjian. Sekali lagi ini demi kerajaan. Pertunangan ini bukan karena cinta!”

Tak terasa aku telah menitikkan air mata. “Sadarkah kamu telah menyakiti aku?”

So you made my love is broken!”

Seketika itu para wartawan dan kamera menghampiri kami. Aku segera menghapus air mataku. Zie menggandeng tanganku, seakan-akan tak ada yang terjadi antara kita. Para wartawan itu berebut bertanya pada kami yang menurut mereka adalah pasangan serasi.

Zie yang sudah berpengalaman di bidang ini, terus membual dengan sanjungan yang bikin aku muntah. Parahnya lagi para wartawan itu meminta pose manisku dengan Zie. Kami langsung berpandangan kaget. Tapi ini demi public dan reputasi, kita melakukannya. Ini menyakitkan.

~~~~

The quarrel


Sejak pertunangan itu aku tinggal di istana bersama papaku, kaisar, Zie, Kelvin dan para pengawal. Walupun aku dan Zie bertunangan, tak ada satu pun peraturan yang mengikat kita.bahkan di istana kita jarang bicara. Itu karena aku dan Zie bertengkar.

Aku dah gak tahan,” keluhku pada Mariska dan Joko.

Kamu sabar aja. Emang sih ku denger-denger Zie ma Serena belum putus,” kata Joko.

Iya, San. Kamu harus buat perhitungan ma mereka. Jangan mau dipermainin ma mereka,” ujar Mariska.

Mendengar itu aku tentu kaget. Tapi juga lega, karena aku tak seluruhnya membuat hubungan Zie rusak. Tapi dengan begitu aku tak bisa memiliki Zie. Tapi selayaknya aku memisahkan mereka. Pulang dari sekolah aku menemui Zie di kebun jeruk. Ia terlihat sedang mengerjakan tugas dengan laptopnya. Nampak ia kaget dengan kehadiranku.

Mau apa?” tanyanya ketus.

Aku punya permintaan, Zie,” jawabku.

Apa lagi?”

Kamu masih bersama Serena?” tanyaku.

Kalo iya, napa?”

Kita telah bertunangan, Zie.”

Kamu lupa ya? Aku gak pernah nganggap kamu sebagai tunanganku. So jangan pernah ganggu urusanku!”

Tapi seharus

Kamu ke sini Cuma mau ngomong itu?”

Aku benci kamu, itu yang mau kuomongin!”

I hate you too.”

Aku meninggalkan Zie di sana. Air mataku masih menggenang siap untuk menetes. Kenapa Zie tak pernah menganggapku? Apa dia tak pernah belajar untuk menerima kenyataan? Kalau begini jadinya lebih baik aku tak pernah bertunangan dengannya.

♥♥

Lab IPA penuh sesak oleh kelas sepuluh tiga. Kita mengikuti pelajaran fisika. Bu Faiy, sebagai guru fisika mengajari instruksi untuk membuat berbagai compound dari element-element kimia. Kita dibagi jadi enam kelompok satu kelompok ada empat anak. Aku satu kelompok dengan Kim, Jonas dan Liun.

Eh dari pada Cuma bikin salju, kita bikin matahari yuk!” ajak Jonas bisik-bisik di telingaku.

Ngawur! Mana bisa?” aku menoyor jidatnya.

Beee, cewek Jepang! Ngakunya aja negeri matahari terbit! Eh buat matahari aja gak tau!” Jonas mengejekku.

Emangnya gimana caranya?” aku mulai penasaran.

Heh, ngapain kalian?” tanya Kim yang tau kita lagi ngobrol.

Bikin matahari,” jawabku.

Ha??? Aku ikut donk!” pinta Kim.

Eh, aku juga!” Liun ikut-ikut.

Oke!”

Jadi kelompokku memasukkan beberapa spiritus, baking soda, helium, dan nitrogen ke dalam gelas reaksi. Bau yang dihasikan sungguh tidak mengenakkan hidung. Aku disuruh mengambil bola kristal dari gudang. Kim meminjam korek api dari kelompok Ray. Jonas dan Liun mencelupkan sumbu petasan ke botol minyak gas. Bola tennis dimasukkan ke dalam gelas reaksi. Lalu Kim mengikatnya dengan sumbu petasan. Kemudian Jonas dan aku segera menyalakan korek api. Sumbu itu terbakar dan api mulai menjalar menuju gelas reaksi.

Woy tutup kupingmu!” perintah Jonas.

BLUUUAAARGGGH!!!

Seketika itu juga lab IPA heboh dengan suara jerit dan tawa anak-anak. Sampai-sampai suara ledakan tadi terdengar ke ruangan-ruangan yang ada di sekitar kelas. Bu Faiy langsung pingsan dan digotong ke ruang UKS. Sempat kulihat bola tennis tadi terbakar api yang sangat besar. Anehnya gak hangus-hangus. Mungkin ini yang dimaksud Jonas matahari. Ledakan tadi cukup membuat meja hangus, gelas reaksi musnah, tawa sekelas, dan pecahnya ubin Lab. Sungguh mengesankan.

♥♥

Oh, jadi kelasmu yang membuat ledakan tadi?” tanya Serena.

Yap,” jawabku.

O ya, ada apa kamu pingin ngomong ma aku?” tanya Serena.

Sopan banget dia, pantes Zie betah. Tapi kalau dia denger permintaanku ini, masihkan ia sopan?

Plis, jauhin Zie,” aku memohon.

Raut wajahnya berubah jadi kusut dan merah. Tapi tak ada kesan marah atau terganggu. Dengan satu tarikan nafas yang panjang, dia menjawab, “Kamu sadar, selama ini Zie sangat perhatian ama kamu.”

Nggak, kamulah yang selalu dipikirkannya,” kataku.

Tiap dia menemuiku, yang diobrolin Cuma kamu. Bukan kaisar ataupun Kelvin. Dulu, yang diomongonnya cuma permaisuri, walaupun sudah tiada. Kini dia selalu ngobrolin kamu,” Serena menjelaskan.

Gak mungkin. Di istana aku dan Zie selalu tengkar. Tiada hari tanpa makian atau usiran,” keluhku.

Kamu tau, kenapa tadi kamu gak dihukum karena meledakkan Lab IPA? Zie membelamu,” Serena meyakinkan.

Tapi kenapa Zie gak pernah menunjukkan secara langsung kalau dia perhatian?” tanyaku.

Serena menjawab, “Zie menilaimu sebagai adik. Ia menggapmu seperti anak kecil yang gak tau apa-apa. Tapi pertunangan itu yang menyiksanya. Aku gak tega untuk putus dengannya.”

Gak tega apa apa gak mau?”

Dua-duanya sih.”

Kemaruk!”

Tapi, suatu saat Zie pasti bisa menganggapmu sebagai tunangan.”

Jika suatu saat itu tiba, aku sudah mati!”

~~~~


Change


Kamu mau aku berubah?” tanya Zie di istana.

Tentu,” jawaabku.

Maka kamu juga harus berubah. Jadilah puteri yang kuinginkan. Yang lembut dan intelek.”

Bukankah aku sudah seperti itu?”

Dari Hongkong! Kamu tuh tomboy dan kasar.”

Serena lembut?”

Menurutmu? Yang jelas, dia gak kayak kamu!”

Hanya itu persyaratanmu?”

Gak juga. Kamu harus cantik dan bisa dansa waltz.”

Jadi Serena seperti itu?”

Tidak, Serena cantik tapi dia gak bisa dansa sama sekali. Dan kuharap seorang puteri gak seperti dia.”

♥♥

Pelankan langkahmu, Zhang!” omel bu Dahlia.

Okay!”

Yap, aku sedang mengikuti kelas tambahan untuk ethics dari bu Dahlia. Sekarang udah jam dua siang dan seluruh murid telah pulang, kecuali yang masih berkepentingan. Aku memohon pada bu Dahlia untuk mengajariku. Ini kulakukan demi Zie. Awas aja tuh cowok kalau gak menghargaiku.

Aku ditemani Mariska, tapi dia sedang pelatihan ballet di Gym sekolah. Kaya banget nih sekolah punya Gym segala. Apalagi pelatihnya didatangkan dari luar negeri.

Saat berbicara dengan pangeran, tegakkan kepalamu!” bentak bu Dahlia sambil menoyor jidatku.

Aw! Sakit!”

Makanya yang benar!”

Ternyata saat aku harus bicara dengan pangeran, aku tak boleh sering menatap matanya. Tapi bukankah itu inti dari suatu pembicaraan? Aku juga tak boleh membiarkan pangeran bicara sendiri, tak digubris. Juga kalau aku diajak sang pangeran, aku tak boleh menolaknya. Kata bu Dahlia itu gak sopan. Lalu siapa sih yang akan menolak ajakan pangeran sekeren Zie? Yang ada juga Zie yang nolak!

Usai pelatihan dari bu Dahlia, aku diajak Mariska ke salon. Rambutku dirapikan bagian depannya. Itukan poni kesayanganku, kini aku tak punya poni indah lagi. Wajahku dipoles dan dimasker bengkuang. Dingin dan nyaman sekali. Kukuku dirapikan dan dibeningkan. Cat kuku yang telah kukenakan dikeruk semua. Kata bu Dahlia, seorang puteri tak boleh mempunyai kuku yang panjang dan berwarna.

Wih…, rambutmu keren tuh!” puji Mariska.

Ih, ini mah jadul!” hinaku.

Setelah itu aku didandani bak puteri sungguhan. Baru kali ini aku pakai eyeshadow, dan rasanya gatal. Bibirku dilumeri lipstick orange, yang membuat aku gak pe-de untuk bicara. Yang lebih buruknya mereka memoleskan perona pipi. Apa aku sudah mirip dakocan?!

Mariska memilihkan baju dan asesoris buatku. Pegawai salon menyuruhku ganti baju. Kini aku mengenakan sleeveless motif blue polka dot, dan black tight. Kakiku sudah mengenakan ankle boat warna biru laut. Mariska menyuruhku bercermin.

Aku segera melakukannya. Kulihat bayanganku di cermin, sangat cantik. Tak ada poni yang mengurai panjang. Yang ada hanya poni indah dengan jepit biru laut. Aku begitu mengagumi sosokku sekarang. Aku benar-benar tampak seperti puteri.

Wah…, keren kan?” puji pegawai salon.

♥♥

Aku mengetuk kamar Zie. Cukup lama menunggu Zie berkenan membukakan pintu. Akhirnya Zie mau keluar dan menemuiku. Ia sangat terkesima melihat penampilanku yang berubah. Apalagi gaya pakaianku yang kini agak feminism.

Ke taman yuk!” ajakku pada Zie.

Zie mengangguk pelan dan mealngkah disampingku menuju taman. Tapi kali ini ia agak tenang dan wajahnya tak ketus lagi.

Kamu serius mau berubah?” tanya Zie saat sudah sampai di taman.

Kenapa gak? Aku serius ingin jadi puteri,” jawabku.

Aku suka cara jalanmu,” komentar Zie.

Mirip ama Serena ya?”

Nggak.”

Kalo gitu, kenapa suka?”

Ah, udah ah!” Zie mengelak, “Jadi kamu udah bisa dansa waltz?” tanya Zie menatapku.

Sesuai denagan ajaran bu Dahlia, aku tak terlalu menatap matanya. “Gak, maksudku belum. Gak ada yang ngajarin,” jawabku.

Kamu tau gak, aku kangen Serena.”

Huh, lagi-lagi Serena. Kenapa Zie selalu memikirkan cewek itu? Tak adakah ruang hatinya yang tersisa untukku? Walau pun mereka berjauhan, mereka selalu damai. Tapi, aku dan Zie langka sekali ada adegan damai di antara kita, sekali pun kita tunangan.

Emang di sekolah kalian gak ketemuan?”

Gak.”

Loh, kenapa bisa begitu?”

Serena takut kena marah kamu lagi.”

Aku kan cuma anak kecil.”

Ya, anak kecil yang jadi tunanganku.”

Humph…, kamu gak suka bersamaku?”

Kamu pikir, aku akan suka?”

Setidaknya, belajarlah mencintaiku,” kataku sambil menahan air mata yang siap tumpah.

Tidak bisa dan takkan pernah.”

Okey, kembalilah dengan Serena!”

Mungkin tidak bisa.”

Kenapa? Gara-gara aku?”

Bukan, Serena terkena penyakit DBD.”

Zie, gak usah bercanda deh!”

Aku serius!”

Kamu benar-benar cinta padanya kan?”

Iya.”

Kalau begitu, jangan tinggalin dia.”

Kamu gimana?”

Sejak kapan kau peduli padaku?” ejekku, “Aku tak apa-apa.”

Thanks, udah mau mengerti aku, San.”

Sama-sama.”

Nanti malam aku akan kabur dari istana. Kamu jangan bilang-bilang ya? Tenang, aku akan kabarimu setelahnya.”

Iya. Zie, salamkan aku untuk Serena ya?”

Okay, boss!”

Aku meninggalkan Zie di taman. Memang gitu biasanya aku dan Zie. Berangkat bersama, pulang sendiri-sendiri. Hatiku sangat sedih dengan kenyataan ini. Tapi aku tak boleh menghentikan usaha berubahku. Aku akan sepenuhnya berubah. Mungkin dengan begitu Zie bisa mempertimbangkan lagi rencanaya dengan Serena.

~~~~



Finding Zie


Zie menghilang! Itu bukan sesuatu yang heboh bagiku. Tapi bagi Kizaiya itu adalah bencana. Kaisar amat sangat malu dan sedih. Kelvin malah tak peduli dengan kepergian Zie. Selebaran untuk pencarian Zie telah tersebar. Hadiah yang diberikan juga tak tanggung-tanggung. Uantuk satu Zie berharga dua puluh ribu dollar Kizaiya. Sebenarnya satu dollar Kizaiya sama dengan Rp. 9850.

Deluxe pun gempar dibuat Zie. Yang pertama, Zie hilang dengan salah satu asset Negara. Yaitu salah satu saham perusahaan kaisar. Kedua, Zie adalah tunanganku dan ia sama sekali tak mengajakku ikut pergi. Ketiga, Zie pergi dengan Serena, terbukti karena Serena juga tak hadir di Deluxe. Apa yang kau pikirkan bila tunanganmu pergi dengan wanita lain?

Aku turut prihatin, San,” komentar Joko.

Thanks,” sahutku.

Tapi, aku curiga nih,” tambah Joko.

What?” tanya Mariska.

Zie gak mungkin pergi tanpa memberitahu kamu,” ujar Joko sambil mengelus-elus dagunya, “Kamu pasti tahu kan?”

Ceileh…, gayamu dah kayak detektif aja!” protesku.

Tapi bener juga kata Joko,” kata Mariska.

Saat ini kita sedang berbicara di kantin sekolah. Karena ini sudah waktu pulang, kantin jadi sepi. Hanya ada satu dua bangku yang terisi. Sebenarnya kita berniat pulang. Tapi karena aku meminta mereka mengajariku dansa, mereka tetep tinggal.

Ada sesuatu yang kamu sembunyiin?” selidik Joko.

Nggak koq.”

Sansan, kamu gak usah bohong,” kata Joko.

Plis, jujur aja ke kita!” paksa Mariska.

Iya, aku udah jujur koq.”

Pasti ada yang kamu sembunyiin. Aku yakin itu!”

Joko dan Mariska terus mendesakku agar mengatakan sesuatu. Tapi Zie kan mempercayakan rahasia itu padaku. Aku tak boleh membocorkannya. Itu artinya aku akan mengkhianati Zie. Tapi kalau gak bilang, itu juga akan membuatku sedih.

Akhirnya dengan sedikit terdorong hati nurani atau bukan, aku memberi tahu Mariska dan Joko tentang Zie. Ya sebatas yang kutahu. Karena aku gak tahu Zie dimana sekarang, ya aku gak bilang. Mereka sangat terkejut mendengar ceritaku yang mengizinkan Zie pergi. Kata mereka, tunangan macam apa aku ini.

Setelah mendengar wejangan-wejangan dari mereka, aku diajar dansa. Ternyata berdansa itu adalah kekhasan bangsawan Kizaiya. Kata Joko pula di Kizaiya kalau bukan bangsawan tidak boleh berdansa. Sungguh tak adil kan. Lalu bagaimana halnya bila Serena ingin berdansa dengan Zie? Apakah ia harus menikah dulu dengan bangsawan?

Latihan dansa memang sulit buatku. Tapi kulihat Mariska dan Joko yang berdansa, mereka sama sekali tak kikuk ataupun canggung. Kaki dihentakkan, tangan diayunkan, badan dibungkukkan, de-el-el. Dansa biasa aja aku gak bisa, apa lagi dansa waltz. Irama dansa itukan pelan-cepat-cepat sekali. Bisa pegel nih body.

♥♥

Pagi yang cerah ini aku sudah berada di dalam mobil Joko. Mariska, Joko dan aku akan mencari keberadaan Zie. Dengan bantuan transport dari Joko, bantuan konsumsi dari Mariska, dan informasi dariku kita mencari Zie. Hanya Zie yang saat itu kami pikirkan.

Kami mendatangi rumah Serena yang letaknya di samping pabrik susu. Rumah itu tak jelek untuk seorang kekasih Zie. Tapi waktu kita tanya ayahnya, Serena sedang dalam masa pengobatan di kota Nakiwa. Kata ayahnya juga, Serena diantar Zie Everglot.

Tanpa mengulur banyak waktu, kami segera meluncur ke kota Nakiwa. Dalam perjalanan, kita banyak makan juga. Kebetulan Mariska tak pernah pelit berbagi makanan. Perjalanan dari Grivan ke Nakiwa memakan waktu empat jam. Itu pun dengan kecepatan penuh.

Sampai di Nakiwa, kita segera menuju rumah sakit St. Sherrif. Kata papa rumah sakit itu adalah rumah sakit terlengkap di Kizaiya. Mungkin Zie membawa Serena ke situ. Tapi buat apa? Bukankah di Grivan ada rumah sakit yang bisa merawat pasien DBD? Tak perlulah jauh-jauh ke Nakiwa. Adakah tujuan Zie yang lain, selain menyembuhkan Serena?

Seperti yang sudah kuduga, tak ada pasien atas nama Zie ataupun Serena. Rumah sakit itu tak punya pasien DBD. Kita melanjutkan perjalanan ke rumah sakit Olympus. Menurut Mariska, disitu adalah tempat yang strategis untuk Zie dan Serena. Alasannya, disamping rumah sakit itu ada restaurant mewah yang romantis.

Tak ada hubungannya! Benar saja, di rumah sakit itu tak ada pasien DBD. Kita menuju rumah sakit Maria Scope. Di situ ternyata hanya merawat pasien kanker otak. Ih, menyeramkan. Jadi kita langsung cabut. Sedang apakah Zie dan Serena? Kawin lari?

Aku mengusir pikiran itu dari otakku. Segera kutinggalkan rumah sakit itu. Karena hari sudah malam, kami menginap di hotel Jihay yang terletak di pusat kota Nakiwa. Aku satu kamar dengan Mariska, sementara Joko hanya sendiri.

Saat aku makan malam dengan Mariska dan Joko, Zie menelpon ke ponselku. Lekas saja kuangkat dengan semangat.

Hallo, Zie?”

Ya, apa kabar, San?” tanya Zie.

Aku baik-baik aja. Kamu? Bagaimana dengan Serena?”

Kita semua baik-baik aja koq.”

Syukurlah.”

San, aku tahu kamu dan kedua temanmu sedang ada di Nakiwa. Mencariku kan? Pulanglah! Aku tak akan pernah kembali ke Grivan. Hentikan usaha sia-sia kalian secepatnya.”

Kamu benar. Tapi kita akan terus mencarimu. Aku baru sadar kalau aku sangat membutuhkanmu. Kaisar mencari-carimu, Zie. Kasihan beliau.”

Lalu, tak kasihan pada Serena?”

Aku akan panggilkan suster untuk merawatnya. Dan kau bisa meninggalkannya kan?”

Aku ada di depan restaurant.”

Mendengar itu, kami bergegas keluar restaurant. Nampaklah sosok Zie dan disampingnya terlihat Serena yang pucat. Tapi penampilan Zie tak bisa menyamarkan identitasnya sebagai pangeran. Kami menghampiri mereka yang sedang berdiri. Tapi Zie menarik Serena menjauh. Tanpa kami duga, Zie menggendong Serena masuk mobilnya. Dia melaju keluar area restaurant.

Kami yang kaget langsung masuk ke mobil Joko. Segera Joko mengejar mobil Zie yang sudah jauh. Tapi untung saja kami tak kehilangan jejaknya. Kami sama sekali tak tahu kemana Zie akan membawa Serena. Laju mobil Joko semakin cepat.

~~~~


Sacrificed


Mobil Zie mengarah ke bibir tebing. Kami masih terus mengikutinya. Tapi sepertinya Zie tak berniat untuk menghentikan mobilnya. Padahal bibir tebing itu cuku tipis dan dapat menjatuhkan mobilnya.

Cuaca tak mendukung aksi kita. Hujan lebat pun mengguyur Nakiwa. Jalanan menjadi sangat licin. Dan kalau Joko dan Zie tak berhati-hati, tamatlah riwayat kita jatuh ke jurang.

Hingga sampai di paling ujung bibir tebing, Zie menghentikan mobilnya. Begitu pula Joko, kami pun turun dari mobil dan menghampiri mobil Zie. Aku menggedor-gedor kaca mobilnya. Akhirnya Zie dan Serena keluar dari mobil. Tapi wajah Serena sangat pucat dan letih.

Hujan membasahi tubuh kita semua. Udara dingin menusuk tulang kami. Penerangan tak cukup jelas di sini. Karena ini termasuk daerah pinggiran kota Nakiwa. Zie memeluk Serena penuh kasih.

Aku menyerah,” kata Zie.

Untuk apa?” tanya Joko.

Serena. Ia sangat dingin, aku takut,” jawab Zie.

Kulihat Serena masih mentapku ringan dengan matanya. Wajah ayunya kini terlihat abu-abu, entah karena kedinginan atau memang cahaya yang kurang memadai. Tubuhnya bergetar tanda ia kedinginan.

Masuk mobilku!” perintah Joko.

Nggak!” Serena tiba-tiba berteriak.

Serena,” ucap Mariska datar.

Aku ingin melihat Zie dan Sansan berdansa,” pinta Serena.

Okay, tapi jangan di sini,” bujukku.

Aku ingin di sini, San,” Serena memohon.

Baiklah, setel musiknya,” perintah Zie.

Mariska segera berlari ke mobil Joko. Ia kembali dengan sebuah tip kecil. Kemudian ia menyetelkan kaset musik dansa waltz. Zie melepas pelukannya pada Serena. Ia menghampiriku dengan canggung. Gantian Mariska yang memeluk Serena agar tetap hangat.

Aku dan Zie sama-sama membungkuk. Lalu Zie menyodorkan tangannya ke arahku. Aku menyambutnya dengan lembut. Duh, aku belum bisa berdansa dengan bagus lagi. Sekarang aku harus berdansa dalam kondisi yang parah. Hujan deras sekali.

Kita mulai berdansa pada irama cepat. Zie memegang pinggangku, sementara aku berputar di tempat. Lalu Zie bergerak ke kanan, aku ke kiri. Gerakan kaki kita membuat air genangan berkecipak-kecipuk. Irama semakin cepat, begitu pula dansa kita.

Akhirnya dansa ini berakhir dengan aku bergelayut di sisi tangan Zie. Serena, Mariska dan Joko bertepuk tangan dan bersorak. Hey, ini bukan saatnya untuk berdansa, kawan! Zie segera menghampiri Serena dan memeluknya kembali.

Mariska mematikan tipnya dan mengembalikan ke mobil Joko. Aku pun menghampiri Serena yang semakin lemah. Aku, Joko, Mariska dan Zie mengerubungi Serena.

Zie, sebenarnya Serena kenapa?” tanyaku.

Sudah kubilang, DBD. Tapi tak ada rumah sakit yang mau menerima kita dengan alasan tak mau berurusan dengan kaisar,” jawab Zie.

Zie, kepalaku sakit,” keluh Serena.

Masuk mobil yuk!” ajak Joko.

Tidak mau,” bantah Serena.

Bertahanlah, Serena,” ujar Zie.

Hujan tak kunjung reda, malah semakin deras. Tak ada satu pun dari kita yang masuk mobil atau berteduh. Semua di luar menunggu Serena. Tak mikir kalu itu akan memperburuk keadaan Serena. Sekarang bibir Serena benar-benar abu-abu.

Zie, kamu terlalu baik buatku,” ucap Serena.

Kamulah yang terlalu sabar padaku,” kata Zie.

Aku tak pantas untukmu. Kamu terlalu bagus buatku. Kamu bangsawan, Zie. But I’m a pauper.”

Bagiku kau adalah ratuku.”

Cintailah Sansan.”

Tak bisa. Cintaku hanya untukmu.”

Dan jika aku meninggal? Belajarlah untuk mengerti.”

Aku hanya mencintaimu.”

Kamu bodoh, Zie. Aku tak ditakdirkan untukmu. Kitalah yang memaksa semua ini. Kamu tak bersyukur, Tuhan telah memberikan Sansan yang akan terus di sisismu.”

Tuhan tak menyayangiku! Ia mengambil mamaku!”

Tidak, Zie! Ia menyayangimu, sangat. Sekarang, bila Tuhan mengambil nyawaku, itu bukan berarti Dia jahat. Dia hanya ingin yang terbaik buatmu. Dan aku bukan yang terbaik.”

Zie…,” lirihku.

Serena kembali berujar, “Cintai dia, dia belahan jiwamu. Biar aku yang mengalah, aku bisa terima itu.”

Serena!”

Belajarlah menerima kenyataan. Belajarlah untuk mencintai Sansan.”

Tapi…,”

Pengorbanan itu perlu…,” kata Serena amat pelan.

Itu kata yang terakhir Serena ucapkan. Wajahnya semakin pucat. Aku memegangi tangannya, detak nadinya sama sekali tak ada. Matanya telah tertutup rapat. Mariska memeriksa detak jantungnya, berhenti juga. Aku menggeleng tak percaya.

Serenaaa!!!” Zie berteriak keras. Ia mengguncang-guncang tubuh Serena yang telah tak bernyawa lagi.

Kami berempat menangis dan meraungi Serena. Ia telah pergi untuk selamanya meninggalkan kita. Zie masih memeluk jazad Serena yang dingin. Aku sangat sedih dengan kepergian Serena. Tapi kemudian Zie melepas pelukannya pada Serena. Ia memelukku erat.

Maafkan aku yang tak pernah menganggapmu, San.”

Tak apa-apa.”

Mulai sekarang aku akan mencintaimu. Aku akan belajar untuk itu. Akan membuka lembaran yang baru. Dan jadilah puteri di hatiku. Puteri Kizaiya. I’ll love you.”

Thanks, Zie,” aku menangis haru.

Serena, akan kuingat selalu pengorbananmu ini. Terima kasih, Tuhan. Akan kujaga perasaan ini.


Tamat